Close Ads Here
Close Ads Here
Close Ads Here
Close Ads Here

Cinta dan Politik dalam Secangkir Kopi

dav

(CIO) — Sore ini udara berasa cukup panas. Namun karena ada kipas angin merek Okayama warna hitam, panas di sekujur tubuh jadi sedikit menghilang. Sayang, hempasan angin yang tercipta dari kipas justru malah membuat mata ini jadi mengantuk. Buat menyingkirkan rasa kantuk di pelupuk mata segelas kopi jadi alternatif pilihan. Sudah pasti dengan tidak ikut menceplungkan gula dan mengaduknya.

Oh iya, sudah setengah tahun kerongkongan dan lambung ini begitu menikmati sensasi dari kopi pahit. Seduhan kopi pahit yang nikmat akhirnya malah membuat pikiran berfantasi mengenai “Cinta dan Politik”. Ya, Cinta dan Politik dalam Secangkir Kopi.

Berpacaran merupakan produk era kekinian. Kenapa? Karena pada periode saat sebelum manusia jadi pribadi, manusia hidup berpasangan dan mempunyai turunan bukan berdasar cinta atau sama-sama menyukai seperti yang kita saksikan saat ini. Manusia (Homo Sapiens) yang juga sebagai binatang melakukan sex buat mewarisi gen dan DNA, yang disebut usaha bertahan hidup di semua jenis rintangan alam.

Pada periode beberapa suku kecil memburu dan meramu, sex dilaksanakan untuk memperoleh turunan baru. Saat periode menetap dan bertanam, sex diperuntukkan untuk mendapatkan tenaga kerja guna membajak sawah, ladang dan apabila semakin banyak manusia yang dihasilkan dalam sebuah keluarga tentu semakin banyak pula lahan perkebunan yang dapat dikerjakan, di sini lah peribahasa “banyak anak banyak rejeki” bernara.

Dengan dasar berkembang biak untuk meneruskan keturunan, saat itu manusia belajar berfantasi dan berpikiran abstrak lalu mekanisme keyakinan dan dinasti kecil hadir. Bertambahnya jumlah manusia berguna untuk pengembangan kekuasaan dan memperbanyak pengikut yang bisa bermanfaat untuk menolong membuat bangunan. Lantas di mana terdapat cinta sebagai dasar manusia berpasang-pasangan?

Cinta dalam biologi dipandang sebagai pergolakan hormon-hormon (dopamin, endorfin, feromon, oxytocin, neuropinephrin) kesenangan yang naik bertepatan dengan kedatangan orang yang dihasratkan. Hormon-hormon itu bereaksi supaya kita, manusia, bisa menyortir pasangan yang terbaik. Sebagai selfish gene, manusia cuma mencari yang terbaik disandingkan dengan DNAnya supaya menghasilkan terus-menerus manusia yang canggih. Paling dapat penyesuaian dan kembali lagi, mewarisi gen dengan berkembang biak. Itu menjadi argumen kenapa orang yang cakep semakin banyak diharapkan sebagai pujaan hati. Karena akan membenahi turunan yang cakep berguna untuk tetap bertahan hidup karena diharapkan oleh manusia lain sebagai pasangan.

Sebuah perbincangan yang unik saat kita berbicara menyinggung cinta dan politik, bagi beberapa orang hal ini merupakan sesuatu yang dipaksakan atau di ada-adakan saja, tetapi tidak untuk sebahagian orang dan untuk teman-teman yang memahami masalah ini.

Cinta ialah sisi paling penting dari hiruk-pikuk dunia perpolitikan. Banyak sekali pemaknaan berkenaan politik dan cinta, bermacam versus banyak muncul, dan ini lumrah karena masuk ke ranah kebebasan berpikir. Tetapi pada kesehariannya, yang paling sayang ialah saat Politik dan Cinta sering jadi korban Partialisasi (pemangkasan) arti, peringkasan itu bisa selama tidak kurangi inti dari arti mutlaknya.

Jalaludin Ar-Rumi menjelaskan, cinta itu letaknya di hati. Meskipun tersembunyi, namun getarannya tampak sekali. Ia mampu mempengaruhi pikiran sekaligus mengendalikan tindakan. Sungguh, Cinta dapat mengubah pahit menjadi manis, debu beralih emas, keruh menjadi bening, sakit menjadi sembuh, penjara menjadi telaga, derita menjadi nikmat, dan kemarahan menjadi rahmat. Cintalah yang mampu melunakkan besi, menghancurkan batu karang, membangkitkan yang mati dan meniupkan kehidupan padanya serta membuat budak menjadi pemimpin. Inilah dahsyatnya cinta.

Sedangkan politik menurut Imam Syahid Hasan Al Bana, memikirkan tentang persoalan internal atau external umat. Internal politik ialah “mengurus persoalan pemerintahan”… Sedang yang dimaksud dengan external politik adalah “memelihara kemerdekaan dan kebebasan bangsa”… Karena politik bagian dari keuniversalan Islam, maka setiap muslim meyakini bahwa Islam memiliki sistem politik yang bersumber dari Allah, dicontohkan oleh Rasulullah kemudian dikembangkan oleh para sahabat dan salafussaleh, sesuai dengan dinamika perkembangan hidup manusia setiap masa.

Selintas, apa yang terbersit di pikiran kita saat mendengar kata ‘cinta’? Kemungkinan, bisa saja beberapa dari kita berpikiran mengenai sepasang kekasih yang memadu cinta, atau kita terpikir mengenai kasih-sayang orangtua ke anak-anaknya. Cinta, benar-benar rekat dengan beberapa hal berbau romansa yang privasi dan intim. Ditambah lagi, cinta condong jadi komoditas jaman kekinian, seperti drama-drama pertalian cinta dalam film sinetron, film, atau media terkenal yang lain.

Walau sebenarnya, tidakkah cinta ialah substansi yang demikian cair dan bisa dirasa oleh setiap orang yang normal? Sejauh ini, pemahaman berkenaan cinta sebagai hal yang intim, dan ide sosial pada umumnya, dipandang terpisah secara radikal, bahkan juga berlainan. Cinta pada pasangan dan keluarga misalkan, tersering dipandang seperti masalah yang privasi. Sedang cinta ke negara, kemungkinan ialah wujud cinta khalayak yang paling dikenali sekarang ini, yang bekerja di luar cakupan keintiman.

Ide berkenaan cinta sebagai ide politik, kemungkinan menjadi alternative untuk beberapa anak muda untuk mengartikulasikan pemaknaannya mengenai cinta. Lewat ide itu, cinta tak lagi cuman dipunyai oleh beberapa narasi romantis. Lebih jauh dari itu, cinta menjadi artikulasi pada ranah-ranah perjuangan yang lebih luas. Untuk angkatan muda, yang sering dipandang seperti agent of change, ide cinta sebagai ide politik menjadi injakan dalam menjaga pengubahan. Semangat yang terpasang dalam cinta sebagai ide politik menjadi prediksi untuk angkatan muda, pada keterpihakan yang lebih memanusiakan manusia.

Sahabat pembaca cakrawalaindonesia.online cukup sekian dulu ulasan singkat terkait Cinta dan Politik dalam Secangkir Kopi. Tunggu ulasan opini atau artikel dari kami berikutnya, tentu saja dari tajuk yang berbeda.

Cuaca panas di bulan Juni ini malah membuat sekujur raga merindu pada hujan sehingga mengingatkan kembali pada puisi karya maestro Sapardi Djoko Damono.

HUJAN BULAN JUNI
Karya : Sapardi Djoko Damono

tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan juni
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu

tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu

tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu

(***)

Penulis: M. Syari Faidar

Penulisan Opini/artikel Cinta dan Politik dalam Secangkir Kopi ini telah diracik dari berbagai literatur.