Close Ads Here
Close Ads Here
Close Ads Here
Close Ads Here

Cerpen True Story: Uni Datang (Bagian 3)

Oleh: Mastiardi, Pelaku UMKM

Hari Ketiga Isolasi.

Ini adalah waktu berjemur. Saya isi dengan menyiram tanaman di halaman. Anak berjemur di teras samping yang lebih banyak merengeknya menanyakan masih lama atau tidak ritual tersebut.

Istri saya berjemur terpisah di halaman belakang. Duduk di atas kursi plastik. Saya sedang berdiri di bawah bayang-bayang daun Tebabuya dan Kamboja yang sedikit menghalangi cahaya matahari pukul sembilan pagi.

Sambil memegang selang air menyemprotkan ke segala penjuru area tanaman dan rumput.

Kondisi saya, anak-anak dan istri masih terpantau baik. Saat menyiram tanaman saya mengingat-ingat beberapa kejadian hari kemarin yang saya jadikan dinding kenangan penghibur semasa isolasi di tengah negosiasi dengan pihak puskesmas yang telah mengetahui informasi hasil tes istri saya, tentu info itu dari rumah sakit, dan mulai mendata kami sekeluarga sambil kembali meminta istri saya untuk dirawat di rumah sakit. Ada rumah sakit khusus pasien gejala ringan di kota ini, kata petugas.

***

Gawat. Kami lupa mengabari ibu paruh baya yang bekerja di rumah yang biasa kami panggil Uni. Selepas Ashar, saya mendengar orang mengetuk pintu dari luar. Dari dalam saya mengintip dari kaca jendela dengan menyibak gorden beberapa jari. “Uni” lirih saya.

Setelah saya intip, sepertinya giliran Uni yang mengintip, tentu saya menjauh dari kaca jendela tersebut berpindah ke area yang tidak bisa dilihat dari luar.

Dari tempat bersembunyi saya sempat membayangkan jika saja kami saling mengintip pada waktu yang bersamaan dan pada jendela yang sama. Lebih kacau lagi pasti.

Lalu saya informasikan ke istri. Kami sama-sama menyadari lupa mengabarinya untuk tidak masuk selama beberapa hari ke depan. Tapi bingung mencari alasan.

Seketika muncul ide. Uni telah dua minggu tidak masuk karena sakit. Dan sore ini tiba-tiba Dia mendadak masuk. Jadwalnya beres-beres dan menyetrika di rumah memang hanya dua kali seminggu. terkait hari nya kami serahkan pada Uni tersebut.

Karena tidak kunjung ada yang membuka pintu samping dan menyahut paggilannya. Uni ke halaman depan dan meminta karyawan di konter menelpon kami.

Maka saat itu lah kami sampaikan bahwa pakaian sudah diantar ke laundry selama Uni sakit kemarin dan nanti kami hubungi Uni kapan Uni harus masuk lagi. Gaji Uni minta sama karyawan. Lalu telpon kami tutup untuk tidak berlama-lama sekaligus menghindari sayap-sayap pertanyaan yang bisa saja terbang menuju kami.

Seminggu yang lalu selama Uni sakit memang pakaian kami antar ke laundry. Saat Uni datang sore itu sebenarnya pakaian yang mau disetrika telah menggunung di beberapa tumpukan sudut rumah, seperti Singgalang dan Marapi. Yang puncaknya sama-sama masih bisa di lihat dari Jam Gadang.

Namun demi kebaikan bersama biarlah kami minta Uni tersebut untuk tidak masuk dulu sampai keadaan normal kembali.

Mungkin Uni bertanya-tanya dan mungkin saja dia mengira bahwa kami tidak menginginkannya lagi bekerja di rumah.

Malamnya, saya minta dibelikan alat pengukur suhu untuk semua anggota keluarga sama karyawan. Suhu tubuh saya hasilnya masih normal di kisaran tiga puluh lima derajat, si Bungsu hampir sama. Normal.

“Abang sudah bang?” Tanya saya dari ruang tivi waktu si Sulung ngetes suhu di kamar.

“Belum,” sahut nya.

Saya heran kok lama, akhirnya si Sulung keluar dan melakukan tes di ruang tamu. Mungkin Ia takut dikira tidak menjalankan instruksi.

Bahkan untuk memudahkan tes tersebut Ia telah buka baju dan telah beberapa kali pindah tempat duduk dan kadang berdiri.

Setelah menunggu lebih sepuluh menit tak kunjung juga ada hasil, biasanya alatnya berbunyi ketika waktunya sudah maksimal. Sempat terfikir, apakah alat yang digunakan si Sulung rusak?

Lalu, saya minta bawa alat tersebut ke saya. Maka saya kaget.

“Pencet dulu tombolnya sebelum diselinapkan ke ketiak bang.” teriak saya sambil saya berikan kembali alat tersebut padanya.

Si Sulung pun senyum-senyum simpul dan tidak lama kemudian hasilnya keluar. Juga masih relatif normal.

(***)

Biodata Penulis:

Mastiardi, S.T

Dilahirkan di Lubuk Bendahara, 27 Juni 1983. Pernah menempuh pendidikan S1 Arsitektur UII Yogyakarta (Tamat 2006)

Ada beberapa karya-karyanya yang belum pernah dipublikasi, diantaranya:

Cerpen

  1. Selamatan Salamek
  2. Penyakit Lamin
  3. Hari Eksekusi
  4. Pendaratan di Paris
  5. Barudin Hito

Puisi

  1. Robohnya Tebing Sungai Kami
  2. Kursi Langit
  3. Mendayung Masa

Saat ini Mastiardi, S.T yang mantan Bankir ini berprofesi sebagai penjual pulsa, yang bergerak di UMKM dengan bendera bisnis Sakti Network (SN). Ia juga tercatat sebagai anggota Pegiat Literasi Rokan Hulu (PLR) dan Pengurus Forum Taman Bacaan Masyarakat (FTBM) Kabupaten Rokan Hulu.