Close Ads Here
Close Ads Here
Close Ads Here
Close Ads Here

Cerpen True Story: Tamu Siang (Bagian 1)

TAMU SIANG

Oleh: Mastiardi, Pelaku UMKM.

CIO — Siang Jum’at di pertengahan Oktober, saya kumpulkan anak-anak di depan tv duduk lesehan, mereka habis mandi, bersiap mau jum’atan bersama.

Si Sulung dengan wajah sepuluh tahunnya, dan si Bungsu dengan wajah bocah enam tahunnya. Telah cakep dengan aroma sabun mandi yang masih menempel.

Saya yakin mereka bertanya-tanya apa yang mau disampaikan ayahnya. Karena belum pernah seserius itu saya mengumpulkan mereka untuk mengatakan sesuatu.

Hari menunjukkan pukul dua belas siang lewat. Azan Jum’at sudah berkumandang.

“Abang, Adek, dengarkan ayah baik-baik”. Saya buka pembicaraan di hadapan mereka yang telah antusias.

“Kita tidak jadi pergi jum’atan, Ayah harus sampaikan kabar yang kurang baik. Bunda terkena korona,” sambung saya.

Bocah-bocah mungil tadi terpana seakan tidak percaya, si Bungsu langsung berlinang dan langsung segera saya lakukan langkah pencegahan, dengan tetap menjaga intonasi dan menyusun sambungan kalimat yang saya sampaikan sedemikian rupa.

Semua itu agar mereka tidak ikut down dan bersedih. Itupun muka si Bungsu saya lihat sudah begitu sedihnya saat itu. Memang tidak sampai pecah tangis. Tapi saya hanya bisa mengira-ngira saja entah apa yang ada dalam fikirannya mendengarkan kabar itu.

“Bunda bisa sembuh. Ayah, Abang, Adek dan kita semua jangan khawatir apalagi panik, asal semua yang di rumah ikut apa yang Ayah katakan,” disambut anggukan mereka yang begitu pelan hampir serentak.

Pada saat itu lah emosi saya hampir runtuh dan berupaya bertahan sekuat tenaga agar tetap nampak tegar di hadapan mereka.

Itu adalah situasi pada gelombang alpha, apapun yang disampaikan akan ditangkap maksimal oleh mereka.

“Setelah semua peraturan yang Ayah buat dipatuhi semua, kita sama-sama berdoa agar Bunda lekas pulih kembali. Ayah akan temani kalian di rumah sampai semua keadaan membaik,” saya mengganti kata isolasi agar mudah dipahami mereka.

Si Sulung saya minta WhatsApp teman-temannya agar tidak ke rumah dulu dengan alasan ada tugas belajar selama 14 hari yang tidak bisa diganggu.

Seseorang yang saya percaya dalam kegiatan saya saat itu saya beritahu untuk dapat dimaklumi izin off dari seluruh kegiatan sampai kondisi normal.

Beberapa jadwal yang sudah dibuat untuk beberapa hari ke depan saya batalkan dengan berbagai alasan yang paling logis bagi mereka. Termasuk malam itu ada jadwal menghadiri pesta pernikahan salah satu kerabat di komunitas SN. Juga ikut dibatalkan.

Kamar anak-anak saya bersihkan terlebih duhulu, semua pakaian, selimut, sprei dan beberapa peralatan saya sterilkan lalu saya semprot. Saya lakukan sterilisasi sendiri.

Malam sebelumnya saya mimpi sangat buruk sekali. Mungkin sebagai petanda berita buruk tersebut. Namun paginya saya tetap melakukan kegiatan seperti biasa, bangun, sarapan, mandi, dan bahkan sedang menuju suatu tempat akan dilaksanakan diskusi sengit tentang konsep pengembangan UMKM.

Sampai di lokasi pertemuan mesin mobil masih menyala, saya buka WA, saat itu lah saya mendapatkan pesan hasil tes istri saya beberapa hari yang lalu. Dari deretan huruf-huruf dan angka lembaran medis itu, mata saya hanya tertuju pada kata “Positif”, lalu saya melihat kolom nama untuk memvalidasi dokumen tersebut, benar tertera nama istri saya.

Beberapa peserta diskusi yang telah melihat saya di parkiran bingung melihat saya tidak kunjung turun dari mobil, dan malah menelpon salah satu dari mereka.

“Maaf, saya mesti katakan sesuatu, barusan saya baca WA bahwa hasil tes istri saya positif. Jadi saya harus pulang sekarang juga.”

“Sampaikan kepada peserta diskusi bahwa saya ada tamu mendadak siang ini”. Lalu telpon saya tutup setelah mendapat respon dan memastikan orang yang saya telpon itu memahami semua informasi yang saya sampaikan dan mohon izin pulang.

(***)

Biodata Penulis:

Mastiardi, S.T

Dilahirkan di Lubuk Bendahara, 27 Juni 1983. Pernah menempuh pendidikan S1 Arsitektur UII Yogyakarta (Tamat 2006)

Ada beberapa karya-karyanya yang belum pernah dipublikasi, diantaranya:

Cerpen

  1. Selamatan Salamek
  2. Penyakit Lamin
  3. Hari Eksekusi
  4. Pendaratan di Paris
  5. Barudin Hito

Puisi

  1. Robohnya Tebing Sungai Kami
  2. Kursi Langit
  3. Mendayung Masa

Saat ini Mastiardi, S.T yang mantan Bankir ini berprofesi sebagai penjual pulsa, yang bergerak di UMKM dengan bendera bisnis Sakti Network (SN). Ia juga tercatat sebagai anggota Pegiat Literasi Rokan Hulu (PLR) dan Pengurus Forum Taman Bacaan Masyarakat (FTBM) Kabupaten Rokan Hulu