Close Ads Here
Close Ads Here
Close Ads Here
Close Ads Here

Cerpen True Story: Konsultasi Jarak Jauh (Bagian 2)

Oleh: Mastiardi, Pelaku UMKM

Hari Kedua Isolasi

Pagi Sabtu. Saya melihat pagi yang begitu indah hadir di halaman, ini adalah pagi pertama sejak isolasi dimulai siang kemarin. Cahaya pagi menerobos celah daun dari arah timur.

Berbagai macam tumbuhan melambai seolah mengejek saya. Karena kesibukan beberapa hari terakhir membuat saya sedikit mengabaikannya. Ejekan itu seperti ucapan selamat pagi dan selamat berjumpa lagi.

Jadwal pagi ini telah saya umumkan sejak semalam sebelum anak-anak tidur, bahwa besok kita bangun pagi-pagi dan berjemur. Sambil berjemur anak-anak hanya memunguti satu dua helai rumput selebihnya banyak main-main di halaman memanfaatkan kebebasan keluar rumah, baik si Sulung maupun si Bungsu, karena sebentar lagi akan diminta masuk kembali untuk mandi dan rutinitas isolasi lainnya.

Istri saya memilih menjemur pakaian yang telah dicuci satu keranjang besar di area full sinar matahari pagi.

Saya memilih menyapa keluarga Kangkung yang bertetangga dengan Ketapang Kencana. Saya cabuti semua rumput-runput liar, saya gamburkan tanahnya. Pagi itu kami merasakan pagi yang begitu akrab dalam keceriaan isolasi.

Di tengah merawat keluarga Kangkung, sesekali saya mesti mengangkat telpon dari beberapa keluarga yang menanyakan kabar kami pagi itu.

Saya sampaikan kepada mereka; pada mama, papa, ibu dan lainnya bahwa kami baik-baik saja dan sedang berjemur. Kondisi anak-anak juga baik.

Semalam kantor istri saya menelpon ingin meminta istri saya dirawat di rumah sakit saja sesuai standar protokol kesehatan dan standar perawatan kesehatan karyawan. Istri saya menolak untuk dijemput dan minta di isolasi di rumah saja.

“Baik lah kalau begitu, koordinasi saja dengan SPO ya”. Tutup pimpinan cabang tempat istri saya bekerja.

Setelah telpon tersebut berakhir, saya langsung menghubungi abang saya seorang dokter spesialis penyakit dalam. Saya minta pandangannya, bagaimana sebaiknya tindakan yang mesti diambil pasca istri saya dinyatakan positif tersebut.

Saya kirim WA kepada nya lebih kurang begini :

“Enjie terkonfirmasi positif Covid-19, hasil nya baru saja keluar siang tadi bang.”

“Kantornya menyarankan dirawat di RS agar bisa dipantau perkembangannya oleh tim medis secara berkala. Tapi Enjie minta isolasi mandiri di rumah saja bang.”

“Kondisinya baik, namun agak drop sedikit terutama staminanya, mungkin masih shock membaca hasil swab tadi siang.”

“Kondisi saya dan anak-anak sampai saat ini masih baik.”

“Gimana bagusnya bang?”

“Rumah sudah saya tutup dan hanya keluar lewat pintu belakang untuk menghindar dari kedatangan tamu.”

Karena di rumah lagi ada tamu yang tidak bisa dijumpakan dengan orang lain saat ini.

“Kamar anak-anak, gagang pintu, mobil sudah saya semprot semua. Selimut, kain kotor dan lainnya sudah saya keluarkan dari kamar anak-anak.”

Di akhir pesan pada WA itu saya sampaikan untuk tidak diberitahukan dulu keluarga di kampung, termasuk adek sepupu saya yang juga dokter.

Saya mendapat balasan dari abang tersebut begini:

“Kalau memang tidak ada gejala atau hanya gejala ringan, masih bisa isolasi mandiri, asal selalu cek: suhu, gejala batuk, sesak nafas dan penurunan penciuman dan pengecap, kalau ada pemberatan langsung ke Rumah Sakit saja.”

“Karena yang gejala ringan atau tanpa gejala pun, saat ini tidak ada tempat di RS. Ruang isolasi rata-rata penuh.”

“Enjie nggak ada sakit lain kan? yang penting jangan stress, minum vitamin dan makanan bergizi.”

“Jangan kontak dulu sama yang belum ada hasil tes, kalau bisa sekeluarga swab juga. Kalau negatif, memang Enjie saja diisolasi di rumah, tidak boleh jumpa sama siapa pun.”

“Tapi kalau positif seluruh anggota keluarga, di rumah bisa seperti biasa, namun jangan berjumpa dengan orang lain selama isolasi sampai nanti semua negatif lagi.”

Lalu saya balas dengan ucapan terimakasih atas pandangan dan sarannya. Lalu mulai membuat jadwal dan persiapan isolasi mandiri untuk beberapa hari ke depan.

(***)

 

Biodata Penulis:

Mastiardi, S.T

Dilahirkan di Lubuk Bendahara, 27 Juni 1983. Pernah menempuh pendidikan S1 Arsitektur UII Yogyakarta (Tamat 2006)

Ada beberapa karya-karyanya, diantaranya:

Cerpen

  1. Selamatan Salamek
  2. Penyakit Lamin
  3. Hari Eksekusi
  4. Pendaratan di Paris
  5. Barudin Hito

Puisi

  1. Robohnya Tebing Sungai Kami
  2. Kursi Langit
  3. Mendayung Masa

Saat ini Mastiardi, S.T yang mantan Bankir ini berprofesi sebagai penjual pulsa, yang bergerak di UMKM dengan bendera bisnis Sakti Network (SN). Ia juga tercatat sebagai anggota Pegiat Literasi Rokan Hulu (PLR) dan Pengurus Forum Taman Bacaan Masyarakat (FTBM) Kabupaten Rokan Hulu.