Bab II
Mobil Mazda8 buatan Jepang menderu pelan memasuki sebuah Sekolah Dasar Islam di daerah Jakarta. Beberapa Guru menatap takjub dengan warna mobil putih mengkilap. Dengan velg racing berwarna hitam. Mencirikan bahwa itu milik seorang berkantong dollar.
Sekolah ini cukup nyaman untuk anak-anak kelas menengah atas. Atau biasanya kami sebut dengan borjuis.
Dari kejauhan sekolah tersebut seperti rumah tembok yang tinggi. Awal dia masuk Sekolah Dasar Islam, ia sangat bahagia. Hanni cerdas dia memiliki banyak cerita yang unik. Cerita tersebut ia ceritakan pada teman-temannya ketika jam makan pagi. Kejadian yang membuat Hanni geli dan takut ialah ketika mendapati di dalam loker buku terdapat seekor kecoa yang sedang bertelur. Sontak melihat itu Hanni merangkul apa saja yang ada disebelahnya, dia tidak tahu karena panik yang ada disebelahnya adalah tiang lemari butut.
Akhirnya lemari itu menjadi luluh lantak karena dipeluk kemudian ditabrak olehnya. Murid menjadi ramai menyaksikan itu. Anak-anak boys tertawa melihat itu. Sedangkan anak perempuan tersenyum geli dengan Hanni karena jilbab yang Hanni kenakan sudah carut marut.
Tapi sepertinya kisah itu sudah redup dari kehidupan Hanni. Ia lebih banyak menyendiri dari pada harus bergabung bersama teman-temannya. Setiap datang ke sekolah pagi ia hanya memperhatikan ukiran bunga yang terpampang di dinding kelas.
Beberapa hari Sang Guru tak pernah melihat Hanni lagi. Tapi ada seorang murid dengan berlari kecil menghampiri Sang Guru ketika selesai mengajar tahfidz kelas dua. Tergopoh-gopoh ia mengejar dan memanggil nama Sang Guru ,”Mr Alki.., Mr!”serunya.
Sang Guru menoleh kepadanya dengan tatapan heran,”Boy why are you running?” tanya pada murid.
“No problem Mr.” Ini ada sepucuk surat dari Hanni,” ucapnya sambil berlalu dan pergi bersama temannya yang sedang menunggu.
Tulisan tersebut tidak panjang tapi cukup bermakna untuk Sang Guru. Karena memang selama ini Hanni seperti burung hantu sulit ditebak arah pikirannya kemana.
Dia mengatakan kepada Sang Guru, “Mr. ukiran itu yang membuatnya adalah Mamiku.”
Ukiran itu sangat cantik, so beautiful seperti embun yang berterbangan bersama sinar mentari. Hanni selalu ingat dengan bunga itu sampai kapan pun.
“Hanni akan belajar membuat ukiran itu lebih bagus saat Hanni dewasa nanti. Aku ingin menunjukkan bahwa ukiran bunga itu seindah Mamiku yang pergi,” terangnya.
Sang Guru tertegun sejenak, mematung diantara tiupan angin siang yang menyelinap masuk ke kelas mungil itu. Ia coba menerawang ke Hanni anak kecil yang rindu terhadap Ibunya. Mungkin Rindu itu ia simpan dalam-dalam. Rindu yang selama ini terpendam muncul kembali di saat melihat kenangan indah terukir di dinding kelas. Segala kejadian yang manis dan indah meletus bak letupan balon ulang tahun. Penuh warna, penuh ceria penuh gelagat tawa dan penuh cerita. Tapi beribu maaf bukan dunia tak berpihak pada anak sekecil Hanni.
Ia tahu persis kalau Allah SWT itu mencintai dirinya. Lewat sebuah kejadian kecil yang mengharukan. Di dalam buku gambar Hanni terdapat nama-nama suci Allah yang selalu ia sebut. Seperti Arrahman dan Ar-rahim.
Dia sempat mengatakan, “Mamiku mengajarkan aku tentang kasih sayang Allah SWT karena Allah SWT sayang kepada seluruh makhluk yang hidup terutama yang Muslim.”
▲▲
Keesokkan harinya pagi menyambut mesra siswa yang datang dengan semangat. Mentari pagi membentuk ukiran yang paling indah. Seindah senyum Hanni yang sempat hilang beberapa minggu ini. Teman-teman sekelas yang merindukan Hanni telah tiba lebih awal.
Ketika bel berbunyi mereka berbaris di depan kelas dengan rapi. Seorang Captain (istilah untuk ketua kelas) bak komandan pasukan perang menginstruksikan dengan suara lantang.
Attention!!…read surah al-fatehah, di lanjutkan dengan lantunan asmaaulhusna sampai akhir asmaulhusna ya shoobuur.
Sang Guru sebagai mentor kelas memandu mereka sebelum masuk kelas. Ketika ia menoleh ke gerbang. Dari kejauhan, sedikit samar-samar karena ditutupi oleh beberapa siswa yang akan masuk ke area sekolah. Seorang anak kecil berbadan mungil, mengenakan jilbab. Berjalan menuju ke arah kelas.
Setelah jarak beberapa meter seorang gadis kecil ayu mulai menampakkan senyumnya. Ia ditemani seorang ibu mengenakan jilbab besar menutupi seluruh tubuhnya.
”Mr mulai saat ini Hanni akan datang ke sekolah terus karena sekarang Hanni ditemani Mami yang baru,” ujarnya pada Sang Guru dengan senyuman lucu.
(…bersambung)