Close Ads Here
Close Ads Here
Close Ads Here
Close Ads Here

Cerbung: Pendarahan Hebat (8)

Bab 8

Pendarahan Hebat

Ustman mengalami pendarahan hebat. Ia dibawa ke rumah sakit. Sebagai mahasiswa Alki panik. Bagaimana caranya nanti membawa Ustman ke rumah.

“Bang perut saya perih,” ujarnya dengan meringis sambil memegang perutnya.

Alki dengan cepat mengambil kain. “Tahan dengan tangan Man!” perintah Alki.

“Pak tolong panggil Ustadz Yusuf Ismail,” seru Alki dengan wajah sedikit panik.

Ia baru pertama kali mengalami hal seperti ini. Apalagi menyangkut nyawa anak orang. Anak perantauan lagi. Dengan melihat darah bercucuran dan berbau amis. Sungguh Alki ingin muntah. Segala pikiran yang membuatnya panik datang begitu saja, meskipun tidak begitu jelas. Alki memejamkan mata dan beristighfar. Tanda orang sudah pasrah dengan keadaan dan menyerahkan sepenuhnya kepada kuasa Allah SWT. Alki menundukkan kepalanya sebentar.

“Ini sudah jam dua malam nanti menganggu Ustadz enggak?” balas Pak Mamang dengan takut.

Apalagi Pak Mamang memang sangat jarang bertegur sapa dengan Ustadz Yusuf Ismail. Mungkin malu karena tidak pernah menginjakan kakinya di masjid. Padahal kontrakannya sangat dekat dengan masjid. Bahkan rumahnya sendiri berada di sebelah rumah Ustadz Yusuf Ismail.

Pak Mamang berlari kecil ditemani Nawir ke rumah Ustadz Yusuf Ismail yang berada di seberang jalan raya. Nawir yang menjadi jubir. Dengan menggunakan bahasa Aceh. Membuat Pak Mamang tambah bingung mendengar Nawir menceritakan kejadian Ustman.

Nawir menggunakan bahasa daerah berarti ada suatu hal intim yang disampaikan ke Ustadz Yusuf Ismail. Kebetulan Ustadz Yusuf Ismail memang berasal dari Aceh.

Ustadz Yusuf Ismail memasang wajah terkejut. Jenggot yang lebat di sekitar wajahnya membuat kharisma keustadzannya terpencar, ditambah dengan hidungnya yang mancung. Jika tidak tahu asal usul beliau, bisa jadi Ustadz Yusuf Ismail dikira keturunan Nabi atau Habaib.

Kemudian wajah itu menunduk pelan dan membetulkan posisi tubuhnya yang tinggi kekar dengan dada berbidang seperti artis Hollywood. Ketenangan pun tersingkap. Dengan sebuah pernyataan optimis.

“Bismillah moga Ustman baik-baik saja,” ucapnya di depan Nawir dan Pak Mamang.

“Ayo bawa Ustman ke rumah sakit,” perintahnya lagi.

‘Biaya bagaimana Ustadz?” Nawir menyela cepat.

“Udah bawa dulu!” balas Ustadz Yusuf Ismail.

Nawir menyela lagi ucapan lain. “Ustadz kendaraan bagaimana?” seperti ada rasa bersalah karena banyak menyela Ustadz  Yusuf Ismail.

‘Pakai mobil ambulan masjid!” perintah Ustadz Yusuf Ismail.

Tanpa aba-aba lagi Nawir dan Pak Mamang berlari kembali menuju masjid Jabal Rahma.

“Siapa yang bisa bawa mobil,” seru Nawir kepada para mahasiswa yang terjaga menunggui Ustman.

“Nawir biar Kak Lutfi yang bawa. Kita kan belum punya SIM,” sahutnya teman asramanya Nawir.

**

Muratal subuh nyaring terdengar. Udara subuh yang dingin menghiasi area Danau Situ Gintung. Aktivitas sepi. Hanya tinggal sampah berserakan di pinggiran danau. Ada beberapa suara hewan melata yang berbunyi di balik perkebunan penduduk. Subuh sangat tenang seperti memberikan kedamaian bagi makhluk di luar manusia.

Ustadz Yusuf Ismail mempersiapkan diri untuk ke masjid. Ia datang lebih dahulu sebelum para jamaah duduk-duduk di masjid.

Biasanya subuh ini sudah ada mantan Jenderal di shaaf pertama dengan tasbih yang terus bergerak di tangannya. Ditambah dengan ucapan tasbih, tahmid dan takbir berkali-kali. Tanda bahwa ia sedang berinteraksi dengan Allah SWT.

Selesai berwudhu Ustadz Yusuf Ismail shalat dua rakaat sebelum subuh. Kemudian ia berdoa. “Ya Allah semoga cobaan ini tidak membahayakan kami semua. Aamiin,” ucapnya lirih. Diselingi suara muratal mengaji yang merdu.

Anak asrama yang mempunyai jadwal azan sudah tiba sejak tadi. Beberapa kali ia terlihat mengecek jadwal azan. Ternyata tinggal beberapa menit lagi. Dia sedikit terkejut dengan kehadiran Ustadz Yusuf Ismail yang sudah berada duluan di shaaf pertama.

Biasanya jika Ustadz sudah pertama di masjid anak-anak asrama tidak akan ada yang telat untuk shalat subuh.

Pemuda tersebut menyalami Ustadz Yusuf Ismail dengan sopan.

“Teman-teman yang lain sudah bangun belum?” tanya Ustadz Yusuf Ismail.

“Sudah Stadz,” jawabnya sedikit sungkan.

“Semalam tidur jam berapa?” tanya Ustadz Yusuf Ismail lagi.

“Agak sedikit aneh dengan pertanyaan Ustadz Yusuf Ismail. Seperti ada sesesuatu kejadian yang ia ingin tahu,” Pemuda itu coba menebak dibalik ungkapan Ustadz Yusuf Ismail.

Ia mengingat sejenak. “Saya tidur jam 10 Stadz. Cuma saya lihat di ruang atas masjid, masih ada Mas Alki sedang nulis-nulis.”

Ustadz Ismail mengangguk pelan. “Oke. Syukron ya,” tutupnya.

Azan di masjid lain mulai terdengar. Kini azan masjid Jabal Rahma yang berkumandang. Azan dilantunkan dengan sangat merdu oleh anak Sukabumi. Irama yang dibawakan pun mendayu-dayu. Membuat orang mendengar azan menjadi semangat untuk ke masjid. Bagi seorang muslim waktu subuh memiliki banyak keutamaan. Jika shalat sunnah saja lebih baik dari seisinya. Apalagi shalat subuhnya. Biasanya mereka yang shalat subuh tepat waktu. Dipastikan agenda yang direncanakan berjalan lancar.
Pengamatan ini dihasilkan melalui agenda padat Ustadz Yusuf Ismail.

Agenda yang dilaksanakan beliau sukses berjalan mulus. Apalagi sekarang beliau akan ada amanah baru yaitu menjadi dosen di kampus tokoh terkenal. Saking padat agendanya waktu itu, ada temannya ingin bertemu dan sudah janjian. Janji mulai menemuinya jam 16:00 WIB. Tapi Ustadz Yusuf Ismail dapat menepatinya jam 10 malam. Setelah itu mereka ngobrol berdua sambil makan mie Aceh. Tapi bahwa sebuah agenda janjian sudah terlaksana walaupun sedikit mepet.

Imam subuh langsung dibawakan oleh Ustadz Yusuf Ismail. Setelah shalat subuh Ustadz Yusuf Ismail berdiri di sebelah mimbar. Dan meminta perhatian dari jamaah sejenak.

Beliau berkata, “Para jamaah yang dimuliakan oleh Allah SWT.  Malam tadi kita ada berita yang kurang enak di dengar. Bahwa masjid kita kehilangan beberapa komputer. Padahal setiap semalam sudah ada securty. Dan naasnya lagi Ustman terluka karena mencoba melawan maling dengan Ustadz Alki. Ustman terluka terkena tusukan pisau. Itu kata Nawir,” sambil serius menatap jamaah yang hadir.

“Saya minta Bapak dan Ibu untuk mendoakan Ustman semoga Ustman segera sembuh. Sekarang ia sedang dibawa ke rumah sakit Ciledug,” terang Ustadz Yusuf Ismail lagi.

Jamaah yang hadir mendengar keterangan Ustadz Yusuf Ismail cukup terkejut. Yang jelas muncul banyak pertanyaan.

**

Dengan kecepatan tinggi mobil ambulan masjid berbunyi nyaring melewati jalan Rempoa. Jalan nampak sangat lengang. Ruas jalan yang biasanya terasa sempit karena dijejali dengan kendaraan roda dua dan empat kini seperti lapangan sepak bola.

Mobil yang disupiri Pak Lutfi melaju tanpa hambatan. Alki yang berada di dalam mobil tak henti-hentinya berdoa. Alki coba membantu Ustman supaya tidak melepaskan kain yang menutupi perutnya.

Mereka sampai di depan rumah sakit, tapi mobil yang akan masuk sudah banyak yang mengantri lebih duluan. Supir menyalakan lampu ambulan pertanda bahwa mereka minta di tolong karena dalam kondisi darurat.

Security rumah sakit dengan sigap membuka jalan kedua dan memblokade jalan sebelahnya sehingga mobil ambulan yang ditumpangi oleh Alki dapat masuk dengan cepat.

(…bersambung)