Close Ads Here
Close Ads Here
Close Ads Here
Close Ads Here

Cerbung: Modeling (7)

Bab 7
Modeling

Hanni masih menangis tersedu-sedu di kamar. Baju seragam sekolah berwarna merah putih belum juga terlepas dari tubuhnya. Ia duduk di bawah tempat tidur.

Dengan wajah basah, tangannya mengusap air matanya sendiri. Di kamarnya terpajang banyak foto-foto ketika bersama ibunya. Banyak senyuman di foto itu, dengan berbagai macam ukuran foto. Ada yang besar seperti iklan di jalan-jalan, ada yang kecil seperti foto empat R. Semua menghiasi kamar Hanni.

Di dalam foto itu terlihat ia memakai gaun berwarna pink ala putri cilik dengan mahkota di kepalanya. Di depannya terdapat birthday cake dengan nama Hanni, berwarna pink dan putih yang tertuliskan angka lima tahun.

Di belakang Hanni, Sang Ibu memeluknya sambil menghadap ke arah kamera dengan pose tersenyum. Ada pula foto Hanni hanya bersama Sang Kakak perempuan, Ibu dan Neneknya. Tidak ada ayahnya di foto itu.

Hanni terlihat sangat terpukul. Tamu sedikit demi sedikit mulai berkurang, mereka kembali pulang ke rumah masing-masing.

Acara pembacaan surat Yasiin pun hanya tinggal doa saja. Sang Nenek berjalan menuju kamar Hanni. Ia mengetuk kamar Hanni. Hanni pun dengan perlahan membuka pintu.

Ketika pintu terbuka ia memeluk erat Sang Nenek. Sang Nenek mematung. Kemudian ia meletakan makanan dan segelas minuman di atas meja. Ia kemudian membenarkan posisi Hanni. Hanni pun mengikutinya. Ia mendudukan Hanni di tempat tidurnya.

Sang Nenek berkata, “Insya Allah, Bunda Hanni akan baik-baik saja ya. Kita banyak berdoa semoga bunda lekas sembuh.” Sambil menatap lekat mata Hanni yang masih sedih. Hanni seperti memberi tanda persetujuan.

“Ayo Hanni makan dulu ya!” seru Sang Nenek dengan lembut.

Hanni memutar badannya dan melahap makanan di atas meja. Sang Nenek menuju ke lemari kecil di bawah meja belajar Hanni yang berwarna cream.
Sang Nenek membuka pintu lemari dan mengambil beberapa foto di album tebal.

Sang Nenek kembali duduk di dekat Hanni. Disertai membuka beberapa foto dan menunjukannya kepada Hanni.

“Ini bunda Hanni waktu masih remaja dulu,” ujarnya sambil menunjukan foto itu di hadapan Hanni.

Foto bunda Hanni pada waktu itu mengenakan seragam sekolah SMP di Jawa Barat. Fotonya sedikit kusam karena lama tersimpan dan tertindih dengan foto-foto lain. Menunjukan itu sebuah foto di tahun 80-an.

Dengan mata sedikit sipit, hidung mancung, rambut hitam terurai, berkulit putih dengan dagu runcing. Paras wajah yang tidak terlalu oval. Tingginya pun sedang. Dengan badan proporsional. Lagi bersandar di dinding sekolah dengan beberapa temannya. Disaku seragamnya terlihat gambar Osis berwarna kuning.

Sang Nenek kembali menunjukkan foto berikutnya ke Hanni. Sedangkan Hanni terus melahap makanannya.

“Ini foto Bundamu waktu jadi model di sekolah SMA nya,” ucap Nenek Hanni dengan raut bahagia.

Hanni memasang wajah penasaran, “Mana, mana?” serunya sambil melirik foto tersebut.

“Woow…keren ya.” mata Hanni terlihat berbinar-binar.

Terlihat, sebuah foto seorang gadis yang berjalan di atas panggung dengan mengenakan busana ala model ibukota.

Sang Nenek mengisahkan. Di tahun 2007 Jakarta dilanda hujan deras. Bundaran HI digenangi air. Aktivitas transportasi macet total. Padahal acara peragaan busana akan segera dimulai. Tidak ada satu pun mobil yang dapat melintasi di area Sudirman termasuk di belakangnya.

Akhirnya yang dapat dilakukan oleh Bundamu adalah berjalan kaki dari arah patung Sudirman di depan BNI menuju gedung City Tower. Sedangkan air terus meluap. Di tengah hujan deras. Air terus mengalir deras menyebabkan gorong-gorong yang tersumbat meluap dengan mengeluarkan banyak sampah.

Bundamu terseret air, ia terjatuh dan badannya basah kuyup. Ia membawa kantong plastik tebal. Disitulah ia meletakan bajunya untuk mengikuti lomba busana di area Sudirman.
Ketika akan masuk, area parkir sudah ditutup. Jika maju bakal terkena arus air yang deras, mundur apalagi.

Security di depan bertanya sambil berteriak,” Ibu mau kemana. Hujan deras nih. Orang tidak bisa lewat Bu,” teriaknya dengan suara nyaring.

“Saya mau ke situ pak,” balasnya.

Beberapa saat kemudian terlihat anak-anak remaja dengan pakaian basah kuyup. Jelas terlihat diwajah mereka raut wajah sangat senang dengan kondisi hujan. Sambil menendang-nendang air ke teman yang lainnya.

“Ojek payung. Enggak pakai lama. Kemana pun saya antar asal ada bayaran,” teriak mereka bersahutan.

“Ojek Payung Mbak,” tawarnya.

Seperti ada anugerah dari langit melalui perantara anak remaja itu. Ojek payung membawanya ke gedung yang menjulang tinggi dengan cat berwarna biru.

“Lima ribu Mbak.”serunya.

“Oke Dek,” sambil menyerahkan uangnya yang sedikit basah.

“Terima kasih,”jawabnya sopan sambil berlalu pergi.

Gedung 33 lantai. Dilengkapi dengan basement di dasar gedung. Basement pun mulai tergenang air. Sebelum masuk gedung terdapat tulisan besar yang tertera di spanduk “Selamat Datang Peserta Lomba Busana Jakarta Fashion Week”.

“Saya peserta lomba mau masuk ke dalam Pak,” ucapnya pada security yang berdiri ketika Lina masuk pintu gerbang.
Security memberinya sebuah kartu bertuliskan untuk tamu sebagai tanda pengenal.

Di dalam hanya beberapa peserta yang hadir. Lina mengisi daftar hadir dan mendapatkan nomor urut 23.

“Semoga ini menjadi awal keberhasilan bagiku dalam lomba ini.” Itu harapan dari Lina yang ingin meniti karir lewat dunia model.

Para juri sudah hadir sejak tadi. Mereka terlihat sangat serius dalam ajang pencarian bakat calon model kali ini.

Begitu pun para peserta mereka terlihat serius termasuk Lina yang melakukan diet keras demi mendapatkan postur tubuh yang proporsional. Tinggi pun minimal harus 168 cm tidak boleh kurang. Dengan penampilan menarik dan pintar. Apakah ini sudah cukup ternyata tidak. Harus good attitude, disiplin dan kerja keras.

Dalam sehari para model bisa melakukan latihan seharian penuh, hingga pulang larut malam. Jika mereka sudah diterima, para model bisa melakukan show week 7 sampai 8 show.

Panitia seperti tidak sabar untuk memulai acara, walaupun acara baru dihadiri oleh beberapa peserta dan juri. Beberapa wartawan sampul majalah ibu kota sudah hadir sejak tadi. Mereka sudah mengatur dimana posisi untuk mengambil foto yang bagus.

Panitia yang lain sebagai event organizer berkali-kali mencek suara sound. Lampu lighting turut dicek. Panggung turut dicek kembali apakah karpet terdapat benda-benda yang dapat menghalangi para model saat mereka berjalan diatas panggung.

Para peserta telah duduk sesuai dengan nomornya masing-masing. Banyak diantara mereka yang masih terus melakukan latihan di belakang panggung.

“Sherly dari Jakarta.” Seorang panitia memanggil melalui mikropon. Walau terlihat sedikit tegang namun dengan percaya diri peserta dari Jakarta maju. Dengan mengenakan pakaian adat Betawi yang khas. Yakni sebuah baju kurung berwarna hijau daun. Dengan selendang membalut kepalanya. Terdapat pula belahan dibagian depan baju. Panjang baju tersebut sampai ke lutut. Dipadukan dengan kain batik berwarna biru dan kuning. Ukiran batik pun berbentuk jajaran genjang. Dengan mengenakan sepatu hijau. Model dari Jakarta tersebut berjalan ke area panggung.

Ikuti pula oleh peserta lainnya. Panitia kembali memanggil peserta berikutnya yakni “Lina dari Jawa Barat.”

Walaupun sedikit gugup ia dengan mantap melangkah ke arah panggung. Lina mengenakan pakaian kebaya Sunda yang cukup populer di Indonesia. Dengan warna kuning. Dipadukan dengan batik penuh motif. Di belakang kepalanya terdapat hiasan bunga berwarna putih mengkilap. Selendang berwarna biru ia letakan di bagian pundaknya dengan membentuk seperti sayap. Kemudian ia berjalan menuju panggung dengan penuh percaya diri.

(…bersambung)