Close Ads Here
Close Ads Here
Close Ads Here
Close Ads Here

Cerbung: Ambulance (3)

Bab 3

Ambulance

Jalan Manunggal Jakarta disesaki dengan anak-anak kecil bermain di pinggir jalan. Mereka seperti raja di jalan, tidak ada siapa pun yang dapat menyetop mereka.
Teriakan riang bersahutan dari ujung ke ujung jalan.

“Lempar bolanya buruan!” seru anak remaja setingkat SMP kelas satu.

“Kelamaan sih, jadi out bolanya,” temannya protes memasang wajah kecewa.

Temannya menghampiri dengan mengenakan kaos bermerek Garuda Indonesia.

“Entar kamu oper dulu ke aku setelah itu kita goalkan ke gawang.” ujar seorang anak dengan suara pelan.

Lemparan bola melambung tinggi. Anak-anak yang sedang bermain bola sangat serius berebut bola yang sedang mengudara. Mereka memasang kuda-kuda ke mana arah bola ke situ mereka berlari.

Tiba-tiba mobil berwarna putih masuki Jalan Manunggal. Semua anak-anak terkejut bukan main.

“Ouiiii. Minggir mobil tah!” perintah salah satu dari mereka yang bertubuh tinggi.

Mobil pun seperti memasang alarm nyaring. Berkali-kali berbunyi. Masuk gang dengan kecepatan tinggi.
Supir berhenti di sebuah rumah berwarna coklat, di depannya terdapat pohon mangga besar. Terdapat mobil Mazda8 berwarna putih.

Orang sudah ramai berkumpul. Seseorang dimasukan ke ambulance. Dengan cepat supir membawa pasien ke rumah sakit.

“Rumah sakit Pondok Indah pak!” Seorang perempuan berambut putih dengan wajah basah.

“Cepat Pak,” pintanya.

“Baik Bu,” balasnya sang supir.

Mobil di gas dengan kecepatan tinggi. Di dalam ambulance bibinya Hanni tidak henti-henti berdoa untuk keselamatan sang adiknya.

“Ayo Dik, bertahan sebentar lagi sampai rumah sakit,” tergambar jelas khawatirannya.

Menjelajahi jalan Joglo Raya ambulance terjebak macet yang tidak bisa dihadang.

”Bagaimana ini Pak. Kita belum melintas jalur ini,” ujar seorang yang mendampingi supir ambulance.

“Tetap menyalakan sirine ambulance.” jawabnya tegas.

Mobil ambulance meliuk mencari celah untuk melewati mobil lain. Pengendara lain pun memberi jalan dengan sigap. Seakan mereka sudah tahu bahwa ambulance dilindungi oleh UU. Lampu ambulance yang menyala merah berarti sudah sesuai dengan pasal 59 ayat 3 dan 5 poin B. Maka sudah dipastikan mereka akan memberi jalan untuk ambulance dengan kategori pasien kritis.

Masuk jalan Pos Pengumben ambulance menjelajahi jalan busway dengan lancar. Tiba di depan rumah sakit yang asri, dengan rerumputan hijau. Rumput itu mirip dengan rumput Boyolali. Salah satu rumput terbaik di dunia. Stadion GIS Jakarta pun menggunakan rumput itu. Di depannya terdapat lapangan golf yang meliuk-liuk indah seperti bukit-bukit kecil berwarna hijau.

Di pintu rumah sakit seorang dengan seragam serba putih menunggu sambil membawa tempat tidur pasien. Perawat laki-laki tersebut dilengkapi dengan Stetoskop dan sebuah kertas putih berukuran folio menempel di papan kecil. Perawat mengapit papan tersebut dengan tangan kirinya. Beberapa petugas membantu sang dokter. Mereka langsung membawa pasien ke dalam rumah sakit.

Dengan mengucapkan salam, “Hallo. Mr mohon maaf. Sampaikan ke Hanni ya. Ini Bibinya, sedang di rumah sakit. Untuk Hanni pulangnya dijemput Gojek ya.” Suara dibalik telepon menuju telinga sang guru yang sedang asyik mengajar terhenti sejenak di depan murid-muridnya.

Dengan tenang Guru menjawab, ”Baik Bun nanti saya sampaikan ke Hanni.”
Sementara Hanni sedang riang bercerita dengan temannya bernama Sasi, Karin dan Calista.

Sang Guru menghampiri mereka. “Kakak-kakak sedang cerita apa ya. Kok kayanya seru banget.” ujar guru sambil menatap mereka.

Anak-anak pun menoleh ke arah Guru dengan senyuman lugu. “Hanni nanti dijemput dengan Gojek ya,” terang Sang Guru.

“Emang Bunda aku enggak jemput ya Mr?” Hanni bertanya penasaran.

“Kata Bibi, Bunda sedang ke rumah sakit,” jawab Guru.

“Baik Mr. Terima kasih,” jawabnya singkat.

Sasi pun seperti ingin bertanya kepada Hanni. Dengan berbisik ia mengeluarkan suara.

“Bundamu sakit lagi ya?” tanya Sasi.

“Bukan kali. Bisa jadi neneknya.”celetuk Karin.

“Et tidak boleh. Jika kita tidak tahu kebenarannya.” sang guru ternyata menguping pembicaraan anak muridnya.

Anak-anak pun menjawab kompak,”Iya Mr,” dengan tersipu malu.

Hanni kembali melanjutkan ceritanya dihadapan teman-temannya. Sedangkan teman-teman Hanni yang boys berlari-lari di luar kelas. Sebentar masuk, sebentar keluar. Itulah mereka bahagia di sekolah.

Bel sekolah berbunyi. Anak-anak sekolah mulai keluar untuk pulang. Di depan sekolah para orangtua murid sudah sejak tadi menunggu. Panggilan pertama dari kelas bawah dimulai kelas satu.
Sang guru mendampingi anak-anaknya untuk menemukan mereka dengan orang tua.

Ada yang sudah ngacir duluan karena terburu ingin pulang. Ada yang masih betah di sekolah melanjutkan cerita mereka masing-masing.

“Panggilan kepada Ananda Hanni,” Terdengar suara muncul dari mikrofon.

Sang Guru mengecek tukang Gojek dipesankan tadi. “Atas nama Hanni Pak. Jalan Menunggal,” serunya.

Tidak lupa sang guru memfoto wajah tukang Gojek. Foto tersebut dikirimkan ke Bibi Hanni. Tanda bahwa Hanni akan pulang ke rumah.

(***)