Close Ads Here
Close Ads Here
Close Ads Here
Close Ads Here

Gadis Wirobrajan

Pada penghujung tahun 2012. Saat itu kami berlibur ke Jogja. Kami memilih jalur udara Pekanbaru – Jakarta, lalu sampai di Jakarta kami rental mobil untuk 10 hari yang akan digunakan dalam perjalanan darat Jakarta – Jateng – Jogja untuk Pulang-Pergi.

Perjalanan darat yang sangat menyenangkan. Kami menginap semalam di Purbalingga dan semalam di Banjarnegara sambil silaturahmi dengan keluarga di sana.

Berkeliling Banjarnegara kami senpatkan juga ke lereng gunung Slamet memetik buah di kebun strawberry. Udaranya cukup dingin hampir menyamai suhu di Dieng. Di bawah sepuluh derajat.

Dari sana kami lanjutkan perjalanan ke Jogja. Di Jogja kami memilih menginap di salah satu hotel di daerah Wirobrajan.

***
Malam pertama di Jogja, saya turun ke lantai satu hotel sendirian. Istri dan anak-anak saya tinggalkan di kamar. Saya jalan kaki ke jalan raya di depan hotel dan menyetop sebuah becak.

“Mau diantar ke mana mas?” tanya bapak penarik becak begitu lembut dengan logat jawanya.

“Kita keliling ke Malioboro pak, bisa?” jawab saya sambil membetulkan posisi duduk.

“Buisaaaa.” jawab sang bapak dengan ramah.

Saat itu lamunan saya berada pada kisah saat malam mingguan mengunjungi seorang gadis di kos Wisma Bayu di Wirobrajan ini beberapa tahun lampau.

Jalan ini tentu tidak asing bagi saya termasuk gang-gang yang ada di sekitaran jalan Abimayu, Ontorejo, Antasena, Gatotkaca dan jalan sekitarannya.

Malam-malam menikmati angkringan di Kopertis, meneguk wedang ronde di Taman Graha Saba UGM dan mampir di warung burjo ketika rumah makan sudah pada tutup.

“Dari mana mas?” tanya bapak becak yang membuat lamunan saya bubar.

“Dari Riau pak.” jawab saya singkat dengan tetap sopan.

“Sendiri atau sama keluarga mas?”

“Sama keluarga pak. Mereka saya tinggal di hotel, sudah malam.” ujar saya.

Keramahan bapak ini merenggut sedikit waktu saya dalam menikmati kesendirian menelusuri jalanan kota Jogja malam ini.

“Kalau bawa keluarga enak lho mas diajak ke sini,” sahutnya, saat becak mulai memasuki jalan Malioboro.

Ia terus mengayuh becak tanpa meminta jawaban. Saya lihat Malioboro sudah berubah di beberapa sudut. Pedestariannya diperlebar dan lebih tertata rapi daripada enam tahun silam.

Keramaiannya masih sama, ada pertunjukan musik masa kini dengan alat tradisional, pedagang kaki lima berjualan batik, pernak-pernik dan aksesoris lainnya di selasar toko.

“Suatu saat kalian akan sulit melupakan kota ini,” sontak saya yang mungkin terdengar samar oleh bapak becak ketika saya melihat muda-mudi yang sedang duduk di bangku-bangku pada pedestarian.

Jogja memang tak terlupakan, makin benar apa yang dikatakan Joko Pinurbo bahwa Jogja terbuat dari rindu, pulang dan angkringan.

“Kita kemana Mas?” tanya bapak becak.

“Lanjut saja pak, langsung balik ke hotel” jawab saya.

Bapak becak mungkin bingung melihat saya tidak mau turun barang sejenak sekedar menikmati suasana Malioboro yang menjadi tujuan wisatawan ketika berkunjung ke Jogja.

***

Bapak becak baru saja berlalu setelah saya diturunkan lagi di tempat saya naik becak pada satu jam yang lalu.

Setiba di lobi hotel saya berpas-pasan dengan istri saya yang sejak tadi merasa kehilangan. Misi saya menyendiri malam itu selesai, menelusuri jalan-jalan di Wirobrajan sampai Malioboro sambil mengenang kisah bersama mantan pacar dulu. Seorang gadis yang pernah kos di sana.

Pertanyaan dari mana yang dia lontarkan saya jawab singkat saja. “Dari keliling Malioboro”. Dan saya pun berlalu naik tangga hotel menuju kamar.

Nampak wajah kesal diraut-mukanya mengapa saya tidak mengajaknya.

Dia lah Gadis Wirobrajan itu.

***

Penulis: Mastiardi, S.T

Dilahirkan di Lubuk Bendahara, 27 Juni 1983. Pernah menempuh pendidikan S1 Arsitektur UII Yogyakarta (Tamat 2006).

Ada beberapa karya-karyanya yang belum pernah dipublikasi, diantaranya:

Cerpen

  1. Selamatan Salamek
  2. Penyakit Lamin
  3. Hari Eksekusi
  4. Pendaratan di Paris
  5. Barudin Hito

Puisi

  1. Robohnya Tebing Sungai Kami
  2. Kursi Langit
  3. Mendayung Masa

Saat ini Mastiardi, S.T yang mantan Bankir ini berprofesi sebagai penjual pulsa, yang bergerak di UMKM dengan bendera bisnis Sakti Network (SN).

Mastiardi, S.T juga tercatat sebagai anggota Pegiat Literasi Rokan Hulu (PLR) dan Pengurus Forum Taman Bacaan Masyarakat (FTBM) Kabupaten Rokan Hulu.