(CIO) – “Kita harus segera mendaftarkan produk ini. Kelak orang-orang akan sadar kalau produk ini bukan hanya bisa dinikmati oleh kalangan yang lebih akrab disebut marjinal atau semacamnya. Sasaran kita adalah mereka-mereka yang katanya baru hijrah, para penggagas ‘fast taubat’ yang enggak kokoh-kokoh amat sebenarnya.”
***
Permulaan itu bermula dari langkah kecil yang sangat telaten dan dilakukan dengan penuh kesabaran. Tembok tebal berlapis baja tebal pun punya masa pelapukannya tersendiri. Memang enggak ada yang abadi di dunia ini.
Seseorang dengan perawakan tegap, berdada bidang, kumis tipis, kemeja yang digulung hingga ke siku, janggut yang dicukur habis sehabisnya, dia menatap serius ke para karyawannya.
Suasana lengang sesaat ketika tatapan pria itu menyusuri satu persatu wajah karyawannya. Ada rasa segan, takut, juga sebal tentunya. Siapa juga yang suka diintimidasi dan diperlakukan layaknya hewan peliharaan, gaji sih gaji tapi tekanan tetap akan membuat muak, terlebih yang melakukan adalah orang yang sangat sering datang terlambat, bahkan—Salah seorang dengan malu-malu juga agak sedikit gugup mengangkat tangan.
“Pak memang apa yang kita ragukan lagi, keberhasilan kita sudah merambah ke banyak—sisi, sangat sangat banyak. Terutama dalam penamaan-penamaan halus akan segala hal yang terlarang, hingga kini menjadi suatu hal yang paling diminati oleh sebagian besar kalangan ternama lagi terpandang, tentu dari mereka ada bahkan banyak juga yang melakukan itu dengan sembunyi-sembunyi. Intinya mereka juga pecinta keliaran, hanya saja sebelumnya belum menemukan wadah.
“Hadirlah kita dalam bentuk yang sangat mereka dambakan. Aslinya dan sejujurnya mereka-mereka ini enggak mau juga memaksa dirinya untuk jadi golongan religius lagi prestisius di hadapan orang banyak, khususnya keluarga. Jiwa mereka aslinya liar lagi buas.” Seseorang yang malu-malu lagi gugup itu menunduk hormat takut dimarahi olehnya.
Orang itu dengan kemejanya yang masih menggantung di siku mendongakkan kepalanya. Sudah tua tapi tetap bergaya muda, rambut putihnya sudah berkali-kali disemir dengan semir hitam, tak peduli peringatan juga teguran selembut apa pun, selagi keinginannya terpenuhi maka ancaman-ancaman dan penjelasan yang sangat mendasar dan seharusnya sangat tak bisa dibantah pun tak lagi dianggap, bahkan kalau bisa Tuhan pun patuh dengan kehendaknya.
“Ma, maaf Pak, saya telah lancang.” Sambil menunduk-nunduk penuh penghormatan tinggi, lagi cari muka yang tak terhingga di depan teman-temannya yang saat itu juga sedang berkumpul bersama dalam ‘briefing’ tentang sistem pemasaran produk.
“Sudah pandai kamu bicaranya ya. Memang betul yang kamu katakan tapi tetap kalau saya katakan kamu salah ya salah, PAHAM!?” Seketika itu juga kelengangan terasa tercabik-cabik, amburadul dengan tekanan udara tinggi dari seseorang yang memang saat itu sedang dititipkan kekuasaan sementara dari Yang Maha Kuasa.
Yang lain masih diam belum angkat bicara.
***
Seorang anak perempuan lulusan sekolah cukup ternama, cita-citanya ingin jadi wartawan lepas, namun kandas ketika orang tuanya ingin dia mengabdi saja di masyarakat. Penolakan alot terjadi, ujung-ujungnya anak itu kalah dan terpaksa menuruti apa kata orang tuanya. Mengabdilah dia di salah satu tempat peribadatan umum.
Sejak awal sampai di sana dirinya sudah merasakan kejanggalan dan rasa-rasa tak enak hati. Ternyata dugaannya benar. Beberapa laki-laki yang usianya terpaut darinya 5-10 tahun menginginkannya, dirinya yang suci ingin dirampas begitu saja, lagi-lagi atas nama kebaktian dan semacamnya. Karena memang semenjak sekolah anak perempuan ini aktif di salah satu cabang olah raga bela diri yang juga cukup populer, ditambah latihan tersembunyinya yang tidak diketahui kedua orang tuanya, bahkan siapa pun itu kecuali Dia Yang Maha Penguasa.
“Dek, mari makan bersama, udah cukup lama kamu tinggal di sini bantu-bantu kami, tapi kok kayaknya kamu agak jaga jarak dan tertutup juga, jangan sungkan, meskipun kamu perempuan dan kita-kita laki-laki enggak masalah di hadapan Tuhan kita semua sama.” Rayu salah seorang pria bertubuh bungkuk yang tak lepas di kepalnya penutup kepala kecil, matanya menyembunyikan hasrat buas tersembunyi setelah melihat perempuan itu lamat-lamat.
Ingat, selalu ingat kalau kehormatan diri harus tetap dijaga dalam kondisi apa pun kecuali setelah melalui tahapan sakral yang mengharuskan kedua keluarga besar tahu. Aku tak akan pernah sudi dengan gimik busuk ini! Persetan atas semua kebusukan yang tak terendus oleh kahlayak ramai dan memang banyak media yang mendukung kalangan ini!
Dengan menundukkan kepala sambil meletakan kedua telapak tangan di atas meja. “Saya izin pamit dulu, ada keperluan mendesak di luar, maaf sangat mendesak.” Sontak keadaan para lelaki yang hadir di situ kaget, di hati mereka kekecewaan yang sangat mendalam tumpah tak tahu ke mana.
Seorang yang bungkuk, yang di kepalanya ada penutup kepala kecil langsung berdiri tertatih-tatih penuh semangat kalau tentang itu.
“Heh udah malam!” Teriaknya. Semua kaget. Penutup kecil di kepalanya hampir jatuh.
“Enggak apa apa Pak, udah biasa.” Balasnya dingin. Dengan cepat perempuan itu melangkah menuju pintu keluar tempat pengabdian itu.
Secepat itu pula laki-laki itu mengejarnya.
“Tenanglah non, kan ada kita-kita di sini. Ada juga pil tidur, pil penenang, kita ini melayani dan mengabdikan diri untuk masyarakat jadi harus tetap bugar. Nona mau itu kan? Tenang, kan kita ada nikah kontrak.”
Seperti sambaran petir yang sukses merusak pohon besar lagi tinggi. Darah perempuan itu melonjak-lonjak. Sesuatu yang bergejolak dari dalam dirinya pun seakan ingin keluar dan menelan hancur-hancur apa pun yang ada di depannya.
Tanpa menggubris ajakan laki-laki itu serta laki-laki lain yang tak kalah kejinya. Langsung membuka pintu. Tapi sayang. Tangannya ditahan. Tanpa berkata apa-apa perempuan itu langsung menggerakkannya dengan gerakan bela diri yang dahulu pernah diikutinya serta latihan-latihan harian yang tak pernah absen ditinggalkannya.
“AAAAAAAA! PEREMPUAN SIALAN!” Teriaknya kesakitan. Tak mampu melawan ketangkasan yang sudah dilatih bertahun-tahun bersamaan dengan kebencian.
“Kejar dia!” Serentak perintah kekejian dari jiwa yang sangat keji.
Tak ada kata mundur apa lagi menyerah. Lari, menjaga harga diri lebih penting dari kesenangan sesaat.
Lima orang di belakang laki-laki bungkuk bertutup kepala kecil berlarian buas penuh keinginan keji akan wanita itu. Bukan takut tapi malah makin geram ingin menghancurkan mereka semua.
***
Masih ‘briefing’ tak penting yang masih tetap dianggap penting, karena ini adalah misi penghancuran generasi secara halus, bertahap, dan diterima dengan baik tentunya.
“Bukan hanya itu ….” Orang tua bergaya muda itu tetap menyebalkan meski sebenarnya banyak hal yang bisa dikendalikannya dengan uang. Yang menunggu kata-kata berikutnya. Beberapa orang sudah mengangkat kepala penasaran. Bukan segera dituntaskan, malah menyeringai pada yang memandangnya dengan penasaran.
Dilihatnya orang-orang masih terpaksa duduk berada di depannya. Entah sudah berapa kali para karyawannya dilihat satu persatu, mungkin itu juga cara seorang pemimpin menguasai anak-anak buahnya.
Kini tatapannya dipertajam, menyapu semua mata yang memandangnya, satu persatu tanpa terkecuali. “Kita harus segera mendaftarkan produk ini. Kelak orang-orang akan sadar kalau produk ini bukan hanya bisa dinikmati oleh kalangan yang lebih akrab disebut marjinal atau semacamnya. Sasaran kita adalah mereka-mereka yang katanya baru hijrah, para penggagas ‘fast taubat’ yang enggak kokoh-kokoh amat sebenarnya.”
Banyak dari karyawannya terkejut, seperti belum pernah mendengar ungkapan beringas yang satu ini, kepahitan hidup kini benar-benar harus ditengguk, rasa ingin setengah-setengah membersamai bos yang satu ini berubah menjadi sepenuhnya meski dengan rasa terpaksa.
Banyak wajah-wajah yang sebelumnya tenang kini tercengang. Bingung, mau keluar, peluang nganggur lebih terbuka lebar. Ingin menetap sudah sangat jelas tujuan sebenarnya adalah perusakan generasi.
Senyuman sinis kini terukir begitu saja di wajah angkuhnya. Para karyawan yang tadinya antusias lagi ketakutan, kini lemas lunglai, hidup segan mati tak mau.
“Baiklah timku yang tercinta.” Dengan senyuman menjengkelkan penuh kemenangan. “Mari kita lihat sebagian hasil dari kerja keras, kerja cerdas, dan kerja otomatis kita.”
Semua mata yang ada di situ menatap layar lebar yang telah disiapkan sebelumnya. Zeeep! … “Berita hari ini, seorang perempuan muda berhasil membunuh 6 orang dengan pembunuhan yang tidak biasa. Tak ada yang berdarah, tetapi setelah diperiksa oleh beberapa dokter di tempat kejadian, ternyata mereka semua mengalami patah tenggorokan juga hancurnya tulang penampung pen*s mereka. “Mari kita wawancarai langsung perempuan muda itu.” Seorang wartawan wanita mendekat ke pembunuh itu. Matanya memandang biasa saja, tak ada kesan rasa bersalah sedikit pun. Seluruh karyawan dan bos itu tercengang dibuatnya dengan tontonan berita hari itu.
“Neng, atas dasar apa kamu membunuh para lelaki itu?” tanya si wartawan wanita yang mewakili salah satu TV nasional.
“Kalau mereka enggak kurang ajar, saya enggak akan seperti itu Bu. Aslinya saya itu orangnya asyik Bu, tapi kalau coba mengusik saya, jangan harap, jangan harap saya bisa asyik seperti semula.”
Wartawan wanita yang menanyainya seketika itu gemetar pegangan tangannya. Beberapa awak media yang berada di dekatnya segera menjauhkannya dari pembunuh itu.
Wajahnya nampak santai, bahkan masih tetap terlihat cantik lagi manis, mengagumkan.
“Sial sial! Itu lihat!” Bentaknya dengan kasar lagi keras ke para karyawannya seraya menunjuk siaran langsung yang ada di penampil proyektor dengan sinar laser kecilnya. “Ini tahu kan sebabnya apa!?” Kini bos itu benar-benar berteriak sangat kencang. Yang lain terdiam, satu dua dari wanita dan prianya terkejut-kejut bukan main.
“Coba lihat yang lain!” Si bos segera mengganti siaran TV yang sangat-sangat jauh dari membanggakan kerja cerdas, keras, dan otomatisnya. Tampilan berita siaran langsung pun langsung mengarah ke para kawula muda yang sedang nongkrong-nongkrong ria bersama gadgetnya, “mabar! Mabar mancap!” Seru salah seorang dari mereka.
Terdapat beberapa minuman yang tersaji di depan mereka, minuman itu terdapat dalam beberapa botol yang menyerupai bir. Beberapa awak media mendekati mereka. “Permisi teman-teman, maaf mengganggu kegiatan kalian?” Sapanya. “Oh enggak apa apa kok Bang.” Sahutnya dengan bangga sambil sesekali bergaya-gaya dengan tarian yang aneh, sangat percaya diri sekali.
Awak media itu heran seraya mengkerucutkan alis dan juga mulutnya. Lagi pada ngapain mereka sebenarnya. Tatapan awak media meruncing ke arah botol berisi minuman berwarna kuning keoren-orenan dengan sedikit busa mengapung di atasnya.
“Oh Abang mau minuman itu.” Tawar kawula muda lain yang memang sangat memperhatikan gerak-gerik tatapan salah satu wartawan. “kalian minum bir, kan itu—,” belum rampung wartawan itu berkata langsung dihentikan olehnya.
“Tenang Bang, ini minuman beralkohol 0% jadi aman-aman aja dong hehe, have fun aja Bang santai, emang baru nemu sama yang kayak ginian?” Desaknya.
Wartawan itu hanya menyeringai bersamaan dengan beberapa tetesan peluh yang keluar begitu saja dari keningnya.
Gelak tawa pun meledak-ledak dari bos.
“Ini baru salah satu dari bukti keberhasilan kita, inilah produk kita yang laris banget di pasaran.” Yang lain tercengang. Bos pun melanjutkan tawanya yang tak akan pernah puas sampai kapan pun.
Kemudian dengan masih sedikit tertawa bos pun mengalihkan remote dan mengganti ke siaran lainnya.
“Diberitakan saat ini sedang ramainya nikah kontrak, sebuah alternatif bagi para pecinta kesesatan, keterbatasan, juga kebelangsatan.” Bos pun tertawa lagi, sangat bahagia, terlihat jelas dari guratan pipinya.
“Ini belum seberapa ya.” Katanya sambil tetap tertawa.
“Lihat yang lain.” Siaran pun diganti.
“Diberitakan seorang perempuan alumni pesantren nekat kabur dari rumah setelah ketahuan pacaran, orang tuanya kehilangan: padahal saya udah ngasih tahu baik-baik ke anak saya kalau kelakuannya itu sangat enggak mencerminkan sikap dari seorang muslimah.”
BRAK! Ditambah dengan gelak tawa yang makin menjadi-jadi. Sebagian karyawan masih tetap terkejut lagi tegang dengan sikap bos yang sangat berbeda dari hari-hari biasanya. “Itu, baru segelintir dari produk ciptaan kita, masih ada banyak lagi produk yang sangat bermanfaat untuk para pecinta kebebasan sejati!” Bos pun tetap tertawa.
Salah seorang karyawan dari perusahaan perusakan generasi itu tersenyum sinis. Sialan! Emang dia pikir akan berjalan lancar-lancar saja!
Memang media hari ini berhasil merusak banyak generasi, pondasi mereka sedikit-sedikit, perlahan-lahan luluh lantah.
Berita yang menyayat hati. Mulai dari tempat-tempat sakral yang dianggap bersih kini sukses dibuat sekeji mungkin sesingkat mungkin oleh media. Seorang perempuan yang rela rusak setelah melalui penempaan panjang, hingga berujung menyayat hati orang tua juga keluarganya.
Pacaran, kumpul kebo, penamaan sesuatu yang dilarang dengan nama-nama lain agar terpaksa dilegalkan demi merusak dan menanamkan mispersepsi jangka panjang, bukan hanya pada generasi hijau tapi juga sangat berdampak pada generasi kuning yang yang mulai gugur teratur.
Kelalaian dan keborosan, juga membuang-buang waktu yang sengaja dibudayakan oleh kekuatan besar yang sebenarnya bisa dirasakan keberadaannya. Munculnya generasi yang tak bertanggung jawab, lalai, penuh kedustaan, lebih suka lihat medsos yang berbau kebebasan, kesenang-senangan, kefoya-foyaan, dan semacamnya. Ketimbang kembali ke fitrah asal bagaimana manusia harus hidup dan bersikap di tempat yang amat sangat sementara ini!
Menggeramkan! Salah seorang karyawan yang merutuk dalam diam langsung mengangkat tangan sambil berdiri.
“PAK!” Bentaknya dengan amat sangat keras. Sikapnya membuat si bos mendadak meluap kemarahannya.
“APA KAU SET*N KAMU PIKIR AKU INI BUDEG! HAH!”
Salah seorang karyawan itu tak kalah gila, dia juga berteriak lebih keras dan jelas lagi.
“PERSETAN PEMBUATAN PRODUK INI!” Sontak yang lain benar-benar terkejut dibuatnya. Beberapa penjaga keamanan yang mendengar kegaduhan dari dalam ruangan saling pandang penuh tanda tanya.
Set! Baru saja walky talky ingin diambil oleh bos itu, sebuah pulpen besi sudah menancap di kerongkongannya. Si karyawan itu melesat kencang sambil menambah kedalaman tancapan pulpen itu yang sangat tepat sasaran di kerongkongan si bos.
Tampak beberapa karyawan yang sangat loyal lagi setia pada bos ingin segera menangkap karyawan tak bermoral itu. Sejuta sayang belum sempat tertangkap kedua matanya sudah dicolok dengan kedua jari telunjuk dan tengah.
Keributan pun sukses terjadi di ruangan rapat itu, colokan mata itu membuatnya meraung-raung kesakitan. Pintu ruangan pun didobrak oleh beberapa penjaga keamanan. Kehebohan itu tak berarti apa-apa ternyata si karyawan yang telah berhasil membunuh bos dan membutakan satu orang yang sangat loyal dengan bos duduk santai di atas kursi sambil tersenyum dan menyeruput pelan pelan air mineralnya.
Karyawan yang lain, juga para penjaga keamanan yang melihat ke arahnya takut, runtuh keberaniannya, tangannya yang kekar pun lunglai seketika.
Akhirnya dia pun keluar dari gedung pusat perusakan generasi dengan berjalan sangat santai tanpa ada rasa takut sedikit pun.
(***)
halub©
toscahlb©
(Sabtu 30 Juli 2022)