Close Ads Here
Close Ads Here
Close Ads Here
Close Ads Here

Tragedi KM Banawa Nusantara 58: Selamat Jalan Adikku Salman

Penulis: Osvian Putra

(CIO) — Kemarin, kita diundang untuk mengikuti acara kepariwisataan di Kabupaten Kampar. Kita diajak untuk urun rembuk dan berdiskusi tentang pengembangan kepariwisataan ke depan dan pagi itu — Sabtu, 19/12/2020 — kita sempat sarapan bersama di sebuah kedai sebelum menuju lokasi acara di Puncak Kompe.

Awan sedikit gelap dan akhirnya hujan deras pagi itu membuat acara terpaksa dihentikan sementara karena kegiatan di setting outdoor. Akhirnya setelah reda, kita kembali lanjut dalam diskusi. Hampir 1,5 jam saya memaparkan materi di hadapan para pemangku kepentingan di Kampar. Baru setelah itu lanjut dengan makan siang dan shalat dzuhur.

Ba’da dzuhur rombongan turun ke dermaga untuk mengikuti perjalanan keliling danau dengan KM Banawa Nusantara 58 yang baru saja akan dioperasikan sebagai kapal wisata. Dermaga yang baru dibuat terasa licin karena habis hujan. Satu persatu peserta naik menuju kapal. Namun memang terasa kapal tidak stabil, oleng. Namun perjalanan tetap bisa dilakukan dan berlanjut menuju salah satu resort. Disana rombongan mampir sekitar satu jam.

Kira-kira setelah ashar kami kembali ke kapal untuk menuju dermaga awal. Untuk kemudian pulang kerumah masing-masing. Disaat itulah terjadi malapetaka. Rombongan yang kami hitung ulang setelah evakuasi berjumlah 49 orang termasuk crew.

Rombongan terbagi kedalam 3 kelompok:
1. Di dek atas 6 orang, yang saya ingat persis adalah Syafriman dan Ronaldi.
2. Di ruangan dek bawah 7-8 orang, (Rinaldi, Alm Salman, Fotografer Dedi, Wartawan, Ibu Zumrotin dan saya sendiri plus 1-2 orang lagi yang saya kurang kenal).
3. Di dek bagian depan lebih dari 30 orang.
4. Di ruang kemudi.

Kami merasakan kapal sudah terlalu oleng ketika peralatan dapur di dek bawah tempat kami berada berjatuhan dan membuat suara gaduh. Kapal semakin oleng ke kanan, air tiba-tiba masuk memenuhi kabin, kami yang berada didalamnya langsung terpental akibat hantaman air dan pengaruh grafitasi.

Itulah saat terakhir yang bisa saya rekam dalam ingatan ketika satu persatu berteriak, mengumandangkan takbir dan mencari cara masing-masing untuk selamat. Air masuk seperti bah, seketika gelap karena body kapal sudah tenggelam.

Pada saat yang sama, penumpang yang berada di dek atas dan haluan kapal secara reflek sudah langsung terjun ke air. Masalahnya adalah kami yang berada di dalam kabin itu. Kuasa Allah saya akhirnya bisa muncul ke permukaan air setelah bergulat di dalam kabin mencari pintu keluar. Tidak bisa digambarkan dengan teori kenapa ada yang bisa lolos dan kenapa ada yang tidak.

Yang jelas setelah sampai di permukaan orang-orang sudah saling berteriak saling mengacungkan tangan tanda selamat. Alhamdulillah saya dapat pelampung dan ditarik ke tepian dengan kapal motor kecil.

Justru sampai di tepian itu, ketika sudah selamat itu, tiba-tiba air mata kami berderai satu persatu karena salah satu saudara diantara kami tidak muncul ke permukaan.

Ya Allah, tolonglah saudaraku untuk bisa menemukan jalan keluar, itu bhatin kami. Ramai-ramai berusaha menolong bahkan kaca dan pintu kapal dibobol. Yang masih kuat dan bisa menyelam sudah mencoba menyelam.

Berkali-kali keluar masuk lambung kapal yang sudah dipenuhi minyak solar yang mulai tumpah, gelap. Segelap itu pula harapan kami bertemu kembali dengan dikau Dek, sudah lebih setengah jam berlalu, namun masih belum ada tanda-tanda dimana engkau berada.

Itulah sekelumit cerita dari lambung KM Banawa Nusantara 58 yang nahas itu. Selanjutnya banyak sudah saya lihat postingan dan berita dengan bermacam-macam versi.

Selamat jalan Adekku Salman Alfarisi, berikut foto selfie kita beberapa menit sebelum kejadian.

Momen ini akan tetap ada dalam ingatan. Abang lihat engkau ganteng di foto itu Dek!

(***)