YOGYA, CIO–Pasar bebas telah membuat produsen kendaraan menyerbu Indonesia sebagai ladang meraup keuntungan. Setiap tahun berbagai jenis kendaraan model baru bermunculan terutama kendaraan roda dua.
Negara produsen kendaraan seperti Jepang tak kalah bersaing dengan negara produsen kendaraan lain di dunia yang juga mengeluarkan kendaraan jenis matic. Jenis kendaraan yang cukup digas tanpa memainkan perseneleng secara manual kini hampir dimiliki oleh setiap orang di Indonesia.
Dari berbagai jenis kendaraan yang masuk ke Indonesia masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan ini membuat persaingan bisnis motor menjadi ketat.
Setiap pabrik berkompetisi merayu calon pembeli sebanyak mungkin termasuk di Indonesia yang masyarakatnya semakin konsumtif.
Belakangan sebagian masyarakat Indoneaia sering mengeluh karena kendaraan tidak tahan banting melihat kondisi jalan di Indoneaia yang tidak selalu mulus. Hal itu membuat kendaraan harus keluar-masuk bengkel untuk diservis.
Masalah yang paling sering dialami kendaraan adalah pecah ban saat melaju di jalan raya sebab tertusuk paku atau benda tajam. Ini menjadi peluang usaha bagi masyarakat yang tidak memiliki kesempatan bekerja di sektor informal seperti Sudjali.
Sudjali adalah seorang pria tangguh di masa mudanya. Di usianya 75 tahun ia masih semangat beraktivitas. Padahal Sudjali mengaku hanya berpangku tangan di rumah.
Lahan sawah miliknya seluas 2800 meter persegi menghidupi satu keluarganya yang tinggal di pedesaan Argomulyo, Kapanewon Sedayu, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
“Membuka tambal ban ini sambil mengisi waktu, hanya membantu bagi yang membutuhkan,” kata Sudjali sambil memperbaiki ban kendaraan milik pelanggan baru.
Sebelum akhirnya beraktivitas di rumah, Sudjali, pernah bekerja di Kota sebagai tukang servis becak.
Sudjali bekerja kepada seorang pemgusaha jasa transportasi tradisional yang dikenal sebagai bos becak.
Kata Sudjali, motor keren kalau ban tidak berfungsi tetap saja tidak keren. Sebagus dan semahal apapun kendaraan kalau pecah ban tetap saja menyusahkan pengendara.
Di usianya yang tidak muda lagi Sudjali masih teliti saat menambal ban motor. Sebelum melakukan penambalan ia terlebih dahulu memeriksa ban dalam dan luar. Matanya seperti burung Elang yang mengawasi mangsanya dari ketinggian.
Ia tak segan-segan t bagian kendaraan yang dirasa bermasalah. Bahlan yang tidak ada hubungannya dengan ban pecah disempurnakan. Baut-baut kendaraan diperiksa sangat detail. Sudjali seperti tidak rela jika motor milik pelanggan tidak nyaman dikendarai.
“Kenyamanan itu sangat penting bagi pengendara,” kata Sudjali yang berttelanjang dada hanya mengenakan celana warok hitam.
Puluhan tahun Sudjali menekuni profeai sebagai montir jalanan yang tangguh dan tidak mengharapkan pengakuan dari pemerintah sebagai montir profeaional. Mungkin karena Sudjali tidak berijazah sebagai montir kendaraan.
Di bengkel sederhana yang berada di halaman rumahnya, berbekal pengalaman dan sekotak peralatan tua yang masih bisa dimanfaatkan, Sudjali bekerja penuh dedikasi.
Bengkelnya berlantai tanah beratap selembar seng dengan penyangga kayu dan bambu yang rentan ambruk jika dihantam angin kencang. Saat hujan lebat ia akan menghentikan pekerjaannya karena setiap hujan halaman rumahnya langganan banjirt dan tamah yang gembur menjadi becek.
Sebagai montir tanpa ijazah namanya cukup dikenal oleh masyarakat Rewulu,Argomulyo, Bantul dengan sebutan tambal ban pak Sudjali.
Pengendara yang mengalami pecah ban akan ditunjukkan ke rumah Sudjali yang sebenarnya ada tukang tambal lain yang lebih muda dan geait. Sekali lagi Sudjali mengaku hanya membantu orang lain yang membutuhkan jasanya.
Bagaikan jamur yang tumbuh di musim hujan tambal ban mudah ditemui di Indonesia.
Bagi Sudjali, tambal ban masih sangat dibutuhkan karena mustahil pengendara roda dua rela meninggalkan kendaraannya di jalan atau di tengah hutan saat mengalami pecah ban. (Adham)