Hampir semua terasa bagai singgungan, padahal memang seperti itu mereka berbicara, sapaan dikira cacian, pujian disangka hinaan. Rasanya serba salah, diajak kerja bakti tersinggung, enggak diajak dikira dikucilkan. Penduduk Kota Palbatlas, memang unik dan sulit diterka karakter tiap masing-masing orangnya. Rumah Jangila bersampingan dengan seorang Ibu yang telah ditinggal meninggal oleh suaminya yang bernama Zore, sedangkan istrinya bernama Ibu Saraq, salah satu penyebab suaminya meninggal adalah, kata orang-orang yang pernah kenal dengan Almarhum semasa hidupnya, Ibu Saraq orang yang keras kepala dan mau menang sendiri.
Dulu ketika suaminya masih hidup, ia selalu menolak perintah-perintah dari suaminya, ia tidak akan mengerjakan apa yang diperintahkan oleh suaminya, kecuali … Ada iming-iming uang atau tambahan uang jajan diluar jatah uang yang biasa ia terima, terkadang dulu suaminya suka bengong sendiri di teras sambil mendelikkan matanya ke sana ke mari, tetangga sekitar yang melihat gelagatnya merasa kasihan atas beban mental yang menimpanya. Bapak Zote sahabat terdekatnya semasa hidup, pernah memberi kesaksian bahwa Almarhum dulu sering sekali bercerita tentang beban hidup yang dirasanya, mulai dari istri yang keras kepala dan selalu tak mau mendengarkan omongannya, kesukaan istrinya pada badai-badai setan berbalut hiburan, tidak ada sopannya ketika berbicara dihapadapannya, pemalas, kalau ada masalah dengan suaminya langsung bikin status di seluruh akun medsosnya, agar semua orang yang mengenalnya bersimpati padanya.
Pak Zore dan Bu Saraq memiliki dua anak, anaknya yang pertama kelas 1 SMPP Putra, sedang anak keduanya masih duduk di kelas 4 SD Palbatlas. Penghasilan hari-harinya hanya mengandalkan pekerjaannya sebagai Guru bahasa inggris online, ia hanya mengajar les bahasa inggris yang semua muridnya berphoto profil artis-artis korea, indonesia, youtuber, selebgram, tokoh-tokoh anime, manga, dan semua yang berbau hiburan. Maka Ibu Saraq yang dahulu, sebelum anak pertama dan keduanya lahir pun kebiasaannya sama seperti murid-muridnya menonton drama korea sampai jam 12,1 pagi, tak peduli walaupun sudah ada suami.
Pernah dahulu suaminya mengingatkannya, “Bu jangan tidur terlalu Malam nanti Dosta enggak ada yang ngurus.” Dengan nada bicara yang sangat lembut, karena Pak Zore tahu wataknya Bu Saraq keras dan mau menang sendiri.
“Udah tenang aja nanti ada Hao yang ngurusin Dosta.”
“Kan Hao sibuk dengan pelajarannya kelas 1 SMPPnya yang banyak dan sulit katanya.”
“Sudahlah Pak Dosta juga udah kelas 4 SDP, toh ia juga sudah bisa goreng telur sendiri, Bapak tidur aja udah, sans si, enggak usah terlalu khawatir.” Sambil terus menonton serial drakornya, padahal jam sudah 23.30 malam, tapi Bu Saraq takkan pernah peduli itu, yang hanya dipedulikannya adalah tokoh artis korea yang berperan di serial drakornya. Baginya anak, suami hal nanti lah!
“Bu bu kok gini si, kasian anak-anak kita kalau orang tuanya begini!”
“Udah lah Pak, yang penting kamu enggak seperti aku! Udah sana tidur gih!”
Pak Zore hanya mengambil napas dalam-dalam, berat hatinya, ditinggalkan istrinya yang masih terus sibuk dengan badai-badai setan yang berbalut hiburan.
Rasa berat yang berujung sesak di dadanya, menjadikan sulit untuk terlelap malam itu. Pikirannya melayang mengingat awal awal mula ketika baru melamarnya, antara penyesalan dan harapan, tapi harap sudah mati dipukul habis oleh penyesalan.
Pak Zore terbangun di jam 3 pagi dini hari, ia masih melihat wajah Bu Saraq bersinar terang sebab terpaan sinar cahaya hp yang sedang menonton drama korea, istrinya terlihat senyum-senyum sendiri, senyum yang begitu lepas dan iklhas tanpa ada mimik keterpaksaan.
Pak Zore yang bekerja sebagai pedagang sayuran di pagi hingga siang hari, bukan senyuman yang ia lakukan di waktu yang harusnya disambut dengan tarikan napas yang dalam dan penuh semangat tapi malah diisi dengan cemberutan dan kekesalan tiada batas, ia seperti sudah buntu memberi nasehat pada istrinya, setiap diberi nasehat selalu dibantah, padahal kebutuhan rumah tangga selalu Pak Zore penuhi dengan sekuat tenaga yang ia mampu, apa daya, badai-badai setan berbalut hiburan ini bukan lagi hisapan jempol belaka, tapi ini benar-benar petaka yang harus ditindak lanjuti sesegera mungkin.
Siapakah yang akan bergerak untuk melakukan gerakan perubahan, agar terbebas dari badai-badai setan itu? Sedang yang sadar di antara mereka hanya segelintir saja, seperti ; Kindah, Bapak, dan Ibunya Jangila. Bahkan seorang guru yang harusnya bisa memberikan contoh perilaku yang baik, malah ikut-ikutan rusak seperti anak, Bu Saraq sangat disayangkan, seandainya ia tidak terpengaruh badai-badai setan itu. Makin hari makin tak pasti bayang-bayang semu terasa amat berat menggelayuti kota Palbatlas.
Hao seorang anak remaja laki-lakinya Bu Saraq, ia sangat sedih mempunyai Ibu seperti Bu Saraq, Ibunya lebih sering liat hp yang dipenuhi serial episode drama korea dari pada memperhatikan dirinya dan adik kecilnya Dosta.
“Bu … ” Panggil Hao yang baru saja pulang dari sekolah. Baru sampai depan pintu rumah pemandangan memuakkan yang hampir selalu tiap kali akan masuk rumah, Ibunya hanya asik memakai earphone lalu tersenyum sendiri, terkadang juga tertawa cekikikan sebab nonton drakor yang serialnya tak akan ada habisnya! Kecuali ketika dajjal keluar atau ada bencana alam yang sangat dahsyat. Ibunya seperti biasa hanya melihat Hao lalu memberikan tangannya untuk disalimi, setelah itu lanjut lagi menonton.
Hati Hao tersayat-sayat dengan perilaku Ibunya yang tak tau umur, sudah Ibu ibu masih saja lupa usia, menganggap diri masih muda padahal kerutan keriput sudah terdapat di mana mana. Ketika ia melangkahkan kaki ke Kamar dan menarik napas dalam dalam, terlihat Dosta adik laki-laki nya sudah tidur dikelilingi pakaian bersih yang sangat berantakan. Hao pun sudah mencuci bajunya sendiri sejak kelas 5 SD, Ibunya? Hanya asik saja dengan drakornya, sesekali berhenti hanya untuk makan dan ke kamar mandi, ke kamar mandi pun hanya untuk buang air kecil dan buang air besar, Ibunya jarang mandi, tapi ia seorang guru bahasa inggris yang handal, mengajar kelas online, pembimbing kelas lulus TOEFL mudah dan singkat.
“Hao sayang, ke sini Nak, tolong ambilkan buku tulis dan pulpen Ibu di atas lemari baju.”
“Iya Bu …. ” Hao segera memenuhi perintah Ibunya. Meski Ibunya brengsek, Hao tak ada niatan untuk membalas perilaku buruk Ibunya, tapi dampaknya, ketika di kelas, Hao terkenal seorang remaja laki-laki yang sentimen, pantang diganggu sedikit, sekalinya ia dibuat marah oleh temannya, jangan harap bisa selamat dari pukulannya, ia sangat sangat bernafsu sekali memukul temannya dengan sangat sangat kencang bila menyenggol masalah pribadinya, terlebih kalau masalah orang tuanya disinggung sedikit saja, tak menunggu waktu lama, ia pasti langsung berlari dan menghantam temannya itu.
Begitu juga Pak Zore, Dosta, dan Bu Saraq. Pak Zore bila disinggung masalah keluarganya sedikit saja, ia langsung tak akan berbicara lagi dengan lawan bicaranya sampai lawan bicaranya pergi dan tak lagi terlihat olehnya.
Dosta, meski baru kelas 4 SDP. Ia pun sangat sentimen bila guru gurunya menanyakan,
“Dosta enggak diantar Ibunya?”
“Engga Bu … Ibu sibuk.” Ia langsung tak lagi meladeni pertanyaan berikutnya, langsung kesal bila orang lain menanyakan Ibunya.