Close Ads Here
Close Ads Here
Close Ads Here
Close Ads Here
NEWS  

Misi Pengiriman Bantuan Kemanusiaan RI untuk Libya

Bantuan
Misi Pengiriman Bantuan Kemanusiaan RI untuk Libya

LIBYA(Cakrawalaindonesia.id) – Lebih dari 4.200 jiwa bukan angka yang sedikit dalam hasil penghitungan kaji cepat sementara jumlah korban meninggal dunia dalam peristiwa jebolnya dua bendungan di Derna, Libya.

Otoritas setempat bahkan memperkirakan angka tersebut masih sangat berpotensi merangkak naik, sebab masih ada ribuan warga yang hilang. Banjir dahsyat itu juga menyapu permukiman hingga mengakibatkan 43 ribu lebih jiwa kehilangan tempat tinggalnya.

Peristiwa yang disebut-sebut mirip tsunami itu terjadi Minggu (10/9) saat matahari mulai pergi ke peraduannya. Menurut otoritas setempat, Badai Daniel dikatakan sebagai biang kerok yang memicu terjadinya bencana dahsyat itu. Sebelumya, badai dengan kecepatan angin 70-80 kilometer per jam disertai hujan dengan intensitas 150-240 milimeter itu juga menghantam Pantai Mediterania.

Tim pencarian dan pertolongan korban harus bekerja non-stop untuk mengevakuasi para korban termasuk penyelamatan. Bahkan dalam sehari tim SAR mampu menemukan sebanyak 245 korban meninggal dunia.

Pihak berwenang Libya kemudian mendeklarasikan status darurat ekstrem, menghentikan aktivitas masyarakat seperti sekolah, perdagangan dan memberlakukan jam malam demi alasan keamanan.

Sebagai upaya percepatan penanganan darurat, pihak Libya akhirnya membuka kran bantuan dari berbagai pihak termasuk internasional. Secara diplomasi, Libya juga mengetuk pintu Pemerintah Indonesia melalui Nota Diplomatik KBRI Libya di Tripoli bernomor B-00266/Tripoli/230913 dan menaruh harap untuk mendapatkan bantuan kemanusiaan guna meringankan beban yang sedang dialami masyarakat di sana.

Atas dasar itu kemudian Pemerintah Indonesia memutuskan memberikan dukungan secara langsung. Keputusan itu sendiri diwujudkan atas arahan Presiden Joko Widodo, yang kemudian dibahas dalam Rapat Tingkat Menteri (RTM) di kantor Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (22/9).

Dari hasil rapat itu, Pemerintah Indonesia di bawah komando Kemenko PMK dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) membentuk tim bersama Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Kementerian Kesehatan (Kemkes) dan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk mengirimkan dukungan kemanusiaan berupa logistik dan peralatan.

Ihwal pemberian dukungan penanganan bencana kepada internasional sudah menjadi budaya Indonesia yang selalu berpegang teguh untuk selalu Among the first to help our brother countries. Selain Libya, Pemerintah Indonesia sebelumnya juga membantu negara-negara sahabat yang dihantam bencana seperti Turki, Suriah, Pakistan, Myanmar dan Vanuatu.

Pelepasan 46 Ton Bantuan RI untuk Libya

Pada hari Senin, 2 Oktober 2023 dini hari, misi pengiriman bantuan kemanusiaan untuk Libya dilakukan setelah sempat tertunda dari rencana awal, yakni Kamis (27/9).

Dari terminal kargo Bandara Internasional Soekarno-Hatta di Tangerang, Banten, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy yang diwakili oleh Plt. Deputi Bidang 2 Kemenko PMK, Sorni Paskah Daeli bersama Sekretaris Utama BNPB, Rustian yang mewakili Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto S.Sos., M.M., melepas bantuan itu.

Bantuan dengan total 46 ton senilai 13,9 miliar tersebut diberangkatkan bersama rombongan yang terdiri dari Sekretaris Utama BNPB, Rustian, Anggota DPR RI Obon Tabroni termasuk delegasi lain dari Kemlu, Kemkes dan BPKP.

“Pemerintah Indonesia akan mengirimkan 27 jenis bantuan logistik dengan berat lebih dari 46 ton senilai lebih dari 13,9 miliar,” ungkap Sorni Paskah Daeli.

“Pemerintah Indonesia juga mengirim tim delegasi. Saya berharap tim ini dapat melaksanakan tugas dengan baik dan lancar di Libya serta kembali ke Tanah Air dengan selamat,” tambahnya.

Jalan yang Berliku

Proses menuju pelaksanaan misi pengiriman bantuan ini tak selamanya berjalan dengan mulus dan harus melewati jalan yang berliku. Koordinasi hingga negosiasi yang cukup panjang dilakukan antara pihak BNPB, Kemlu, KBRI, KJRI dengan Libya maupun maskapai penerbangan pada menit injury time. Ini juga yang menyebabkan mundurnya jadwal pengiriman bantuan dari waktu awal yang sudah direncanakan.

Sesuai rencana awal, Pemerintah Indonesia akan mengirimkan bantuan dengan maskapai domestik. Namun hal itu harus diurungkan karena berbagai hal di antaranya adalah maskapai domestik ternyata belum mengantongi asuransi penerbangan ke Libya. Jika terjadi kendala maka pihak maskapai tidak dapat mengklaim asuransi. Di samping itu maskapai domestik belum memiliki izin terbang di wilayah langit “Maghreb Afrika Utara”.

Setelah melalui proses yang cukup memakan waktu, pengiriman bantuan ini akhirnya dipercayakan kepada maskapai Terra Avia, yang dinilai memiliki persyaratan dan kelengkapan terbang serta dapat menjamin keseluruhan yang dibutuhkan dalam misi kemanusiaan ke Libya ini.

Terra Avia ini adalah maskapai milik Republik Moldova yang melayani sewa/carter maupun penerbangan berjadwal berbasis di Eropa Timur. Rata-rata, maskapai ini melayani carter untuk ibadah haji maupun umroh ke Tanah Suci, termasuk pengiriman kargo. Adapun pesawat yang digunakan berjenis Boeing 747-400 dengan ciri berwarna putih, lambung berwana biru tua dan terdapat gambar wajah harimau dibagian moncong pesawat.

Pesawat jumbo jet itu lepas landas pada pukul 03.38 WIB mengangkut rombongan beserta jenis bantuan yang meliputi tenda pengungsi 5 set, tenda keluarga 100 set, genset 2kVA 20 unit, velbed 1.000 unit, kasir lipat 500 buah, peralatan kebersihan 1.500 pak, pakaian anak 5.000 potong, pakaian dewasa 2.500 potong, pakaian dalam 2.000 potong, perkakas tukang 100 kit, kain kafan 1.000 lembar, kantong jenazah 1.000 lembar, lampu solar 30 unit, rendang kemasan 5.000 paket, susu protein 5.000 paket dan makanan siap saji 5.000 paket.

Kemudian untuk bantuan peralatan kesehatan meliputi alat kesehatan darurat 6 buah, perlengkapan higienis balita 65 paket, perlengkapan higienis ibu hamil 39 paket, perlengkapan higienis bayi 42 paket, disinfektan 60 paket, alat penyemprot disinfektan 15 unit, alat penyuling dan penjernih air 4 unit, MP ASI 1 ton dan PMT ibu hamil 1 ton.

Bantuan Tiba di Libya

Setelah menempuh penerbangan selama kurang lebih 11 jam atau pukul 10.52 waktu Libya, bantuan kemanusiaan itu tiba di Bandara Internasional Benina, Benghazi, Libya. Awalnya bantuan ini direncanakan untuk dapat diturunkan di Tripoli yang berada di Libya Barat. Namun dengan berbagai aspek pertimbangan, maka pesawat kemudian diarahkan ke Benghazi, wilayah Libya Timur.

Setelah pesawat berhenti dengan sempurna, pihak ground handling dan kru kargo bandara segera bergegas membongkar isi perut burung besi yang bertengger di apron khusus kargo. Rombongan delegasi, sebagai representasi masyarakat Indonesia pun turun menuju ruang VIP bandara.

Di sana perwakilan Red Crescent Libya atau Palang Merah Libya telah menanti, termasuk KBRI, KJRI dan tim aju BNPB yang lebih dulu datang untuk mengurus segala persyaratan dan memastikan proses pengiriman bantuan dapat berjalan sesuai harapan.

Sekretaris Utama BNPB Rustian dan Anggota DPR RI disambut hangat. Tanpa berlama-lama, upacara sakral serah terima barang bantuan itu dilaksanakan sesaat setelah rombongan menginjakkan kaki di Libya. Usai serah terima dilaksanakan, Sekretaris Utama BNPB menandatangani dokumen bersama Sekjen Red Crescent wilayah Benghazi, Libya, Omer Ali Budabous di gedung VIP Bandara Benina.

Mewakili masyarakat Libya, Sekjen Red Crescent wilayah Benghazi, Libya, Omer Ali Budabous mengatakan bahwa kehadiran delegasi Indonesia beserta bantuannya sangat berarti bagi masyarakat terdampak bencana di Libya. Atas bantuan itu, Omer Ali mengucapkan rasa terima kasih kepada masyarakat Indonesia atas kepeduliannya terhadap masyarakat Libya.

“Beberapa hal yang lalu terjadi bencana di daerah kita Derna, Libya. Masyarakat kami merasakan dampak bencana termasuk kerugian materi atau non materi. Sehingga kehadiran bantuan dari masyarakat Indonesia ini sendiri cukup berarti dan sangat membantu masyarakat kami yang terkena dampak bencana tersebu. Kami mengucapkan terima kasih kepada masyarakat Indonesia atas bantuan ini sehingga ini bisa membantu menenangkan masyarakat yang terdampak bencana yang ada di Libya,” ucap Omer Ali.

Kurang lebih tiga jam setelah proses bongkar muat dan penyerahan bantuan secara simbolis, rombongan delegasi beserta tim aju langsung pamit kembali ke Tanah Air. Menggunakan pesawat yang sama, rombongan tersebut terbang menuju Turki untuk transit dan melanjutkan kepulangan ke Indonesia di hari berikutnya.

Belajar dari Libya

Berkaca dari tragedi jebolnya bendungan raksasa Libya, tentunya hal itu dapat dijadikan ‘alarm’ bagi Indonesia yang juga memiliki bendungan, waduk, dam dan juga embung di hampir seluruh provinsi.

Jika merujuk data dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) per Mei 2023, jumlah bendungan di Indonesia ada sebanyak 235 unit, yang mana paling banyak terdapat di Nusa Tenggara Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Bendungan itu selain dimanfaatkan untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTU) juga berguna untuk mengairi sawah, air bersih, perikanan darat maupun obyek wisata.

Dengan banyaknya keberadaan bendungan di Tanah Air maka seluruh pihak harus dapat menjaga agar manfaatnya dapat terus dirasakan masyarakat, terlepas pembangunan termasuk konstruksinya dipastikan telah dilaksanakan dan diperhitungkan secara matang oleh pihak-pihak dengan sangat profesional.

Guna menjaga bendungan agar tetap dapat bermanfaat dan mengurangi risiko bencana, butuh sinergitas antara instansi terkait dan masyarakat dalam melakukan pemeliharaan.

Sinergi itu dapat dilakukan dengan cara terus menggalakkan reboisasi, tidak melakukan praktik deforestasi, tidak mendirikan bangunan di sepanjang bantaran Daerah Aliran Sungai (DAS), tidak membuang sampah di sungai, lebih bijak dalam menggunakan air untuk kebutuhan sehari-hari, tidak mencemari lingkungan sungai, melakukan monitoring tanggul maupun sungai, bergotong-royong membersihkan sungai dan memantau secara berkala prakiraan cuaca dari instansi terkait.