Oleh: Anab Afifi, Konsultan komunikasi dan Penulis buku.
CIO — Apa yang bisa kita maknai dalam menyongsong Hari Santri Nasional, 22 Oktober 2020, ini.
Saya ingin mengajak para santri, ustadz, maupun kyai untuk menghidupkan kembali tradisi literasi. Kita berlatih menulis lagi.
Banyak pemikiran dan gagasan besar kaum santri yang selama ini menguap.
Kenapa tidak ditulis? Sukur-sukur, bisa jadi buku. Ajiiblah.
Saatnya, dakwah dinaikkan skalanya. Jangan hanya mengandalkan ceramah mimbariah saja.
Sehebat apa pun ceramah, semua akan lenyap diterpa angin. Tidak ada bekasnya.
Padahal Qur’an mengajarkan: “Dia-lah yang mengajarkan ilmu dengan al qolam”. Ajarlah umat dengan pena. Dengan menulis.
Saatnya dikikis budaya pandang-dengar. Malas baca. Apalagi menulis.
Akibatnya, ilmu yang dipelajari bertahun-tahun di pesantren hanya berhenti berupa hapalan. Miskin narasi kritis, kering pendalaman, dan kurang pemahaman kontekstual.
Selama 1300 tahun, peradaban Islam dibangun dengan literasi. Ribuan kitab telah ditulis para ulama dan saintis muslim. Namun, itu hanya tinggal narasi kenangan.
Dalam seabad terakhir telah banyak warisan kitab dari para ulama kita pendahulu di Republik ini. Sayangnya, tradisi itu berhenti.
Sangatlah sedikit karya yang lahir setelah itu. Saatnya kita hidupkan kembali literasi kaum santri.
Nah, gabung dulu yuuk… di komunitas Literasi Santri ini https://chat.whatsapp.com/Kj81LtyoDDBL8HpBGY8mQ1
Kita akan berdiskusi dan berlatih menulis sama-sama.
Wassalam,
Anab Afifi
Penulis buku ‘Banjir Darah’