Oleh: Al Firdaus, Tenaga Pendidik.
(CIO) — Guru atau Ustadz adalah orang yang menyampaikan ilmu. Walaupun ilmu yang sesungguhnya terbagi menjadi dua yaitu ilmu dunia dan ilmu akherat. Ilmu dunia begitu banyak cabangnya. Ada matematika, biologi, fisika, geografi, sosial, psikologi, dan lain-lain. Begitu pun dengan ilmu akherat tak kurang cabangnya. Ada ilmu tafsir, hadist, tasawuf, tajwid al-Qur’an, sejarah Islam, ilmu kalam, falak, fikih, Bahasa arab — nahu dan sharaf. Semua dinilai ibadah jika kita ikhlas menunaikan ilmu tersebut.
Ilmu akherat akan membawa banyak kebaikan jika ikhlas dalam mengamalkannya. Tapi ilmu akherat akan sirna sia-sia jika hanya mencari keuntungan duniawi. Ilmu dunia pun jika diniatkan dengan benar akan menjadi petunjuk dan penolong di hari akhir kelak.
Ilmu adalah perkara kemuliaan paling tinggi. Harta sebanyak apa-pun tak cukup untuk membeli ilmu. Karena dengan ilmu pula manusia dibedakan dengan makhluk lainnya. Ilmu mampu menjadikan manusia mulia daripada makhluk lainnya.
Maka tepatlah jika jasa seorang guru atau ustadz sangat besar dalam mengajarkan ilmunya. Seperti yang diungkapkan sya’ir dalam kitab Ta’lim Muta’alim; laqad haq ayyahda ilaih. Lita’lama harfan waahidan alfa dirham. Sesungguhnya benar sekali memberikan hadiah kepada guru untuk satu huruf yang diajarkan seribu dirham. Fainna man ‘alamaka harfan mimma tahjadu ilaih fiddin fahuwa abuka. Maka sesungguhnya orang yang mengajarkan kamu satu huruf dalam urusan agama maka dialah Bapakmu dalam agama.
Maka dari itu, seorang murid wajib menghormati gurunya baik secara verbal dan perilaku. Karena kewajiban seorang penuntut ilmu harus patuh terhadap gurunya. Diantaranya adalah; jangan berjalan di depan guru, jangan duduk di tempat duduknya guru, jangan lancang untuk memulai pembicaraan di dekat guru, jangan menanyakan sesuatu ketika guru sedang lelah, hendaknya menjaga waktunya, jangan mengetuk pintu rumahnya sampai ia keluar.
Bagaimana ilmunya akan bermanfaat jika murid mengabaikan akhlak tidak patuh dengan gurunya. Karena keberkahan ilmu didapat dari adab murid terhadap gurunya. Entah, gurunya masih muda atau pun sebaliknya.
Dijelaskan dalam Q.S. Al Mujadilah ayat 11 bahwa Allah mengangkat derajat orang yang berilmu beberapa derajat. Hal ini menunjukan bahwa guru memiliki ilmu yang lebih tinggi dari pada muridnya.
Maka sangat disayangkan sekali jika murid sampai berperilaku tidak patut kepada gurunya sendiri. Kenyataan tersebut membuat kita miris bahwa ada yang harus dibenahi dalam dunia pendidikan kita.
Sebenarnya jika merujuk pada surat yang ada dalam Alquran maka esensi dari pendidikan adalah membuat orang takut terhadap sang pencipta-Nya. Takut tersebut akan tercermin dari perilaku yang bersifat horisontal. Yang menghargai manusia seutuhnya. Bukan sebaliknya membuat berperilaku seenaknya, bahkan meremehkan orang lain. Yang dapat membuat ilmu tersebut menjadi petaka. Bukannya Nabi Muhammad SAW diutus untuk menyempurnakan perilaku manusia dari kejahiliahan.
Oleh sebab itu orientasi pendidikan harus ditujukan kepada pembentukan karakter dan nilai moral sesuai dengan falsafah bangsa kita. Bukan sebaliknya orientasi angka dan sanjungan atau kebanggaan atau yang berbau materi.
Orientasi utama pendidikan adalah pembentukan kecerdasan kognitif, emosi dan spiritual untuk beramal sholeh bagi sesama. Sehebat apa-pun ilmu yang di raih jika tidak menyentuh hati untuk berbuat baik maka akan menjadi sia-sia.
Hal tersebut dimulai dengan menghargai guru seutuhnya. Bukankah Nabi pernah berkata bahwa ulama adalah pewarisku. Jika kita menghargai ulama dan para guru berarti kita telah menghargai Nabi kita, Muhammad SAW. Jadi hargailah seorang guru. Karena bangsa kita pun tumbuh besar karena adanya jasa guru-guru yang kita hargai dan hormati keilmuannya.
(***)
Profesi Penulis saat ini sebagai Tenaga Pendidik atau Guru di SD Tahfiz Jamal Rahma dan SD Islam Cikal Cendekia Tangerang.