PEKANBARU(CIO) — Pasca adanya kebijakan larangan ekspor CPO dari pemerintah, harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit di Provinsi Riau belum kembali normal.
“Harga sawit kemarin sempat turun karena ada kebijakan pemerintah tidak boleh ekspor CPO. Kemudian, kita provinsi penghasilan sawit meminta Presiden agar kebijakan tersebut dapat ditinjau kembali, dan itu sudah ditinjau kembali,” kata Gubernur Riau (Gubri) Syamsuar.
Namun persoalannya, kata Gubri, harga sawit belum juga normal. Padahal saat ini kebijakan tersebut sudah dicabut oleh pemerintah, namun harga sawit rakyat masih belum normal.
“Padahal ekspor sudah tidak dilarang, tapi harga sawit ada yang bagus dan ada yang masih rendah, terutama sawit rakyat kecil,” kata Gubri Syamsuar, Ahad (12/06/2022).
Menyikapi kondisi itu, Gubri mengaku sudah meminta Kepala Deerah di Riau untuk membantu petani sawit di wilayah masing-masing guna membentuk kelembagaan agar bisa bermitra dengan perusahaan Pabrik Kelapa Sawit (PKS).
“Kami sudah sampaikan saat pertemuan dengan para Bupati. Kelemahan petani kecil ini tidak ada kelembagaan, dan tidak ada mitra dengan PKS. Kalau tidak ada mitra berarti harga ditentukan oleh siapa yang membeli dan itu sangat merugikan petani kecil,” ujarnya.
Karena itu, Gubri berharap dukungan para Bupati agar membantu petani kecil untuk membuat kelembagaan, apakah itu dalam bentuk Koperasi atau lainnya agar bisa bermitra dengan PKS.
“Sekarang sudah ada peraturan dari Menteri Investasi, dimana sudah merupakan kewajiban bagi perusahaan PKS ini harus bermitra dengan pelaku-pelaku usaha kecil mikro,” sebutnya.
Sebab menurut Syamsuar, jika ada kelembagaan petani ini dan bisa bekerjasama dengan pemilik-pemilik PKS, pasti harga sawit bisa lebih baik.
“Mudah-mudahan dengan begitu harga sawit di Riau bisa sesuai yang diharapkan. Apalagi saat ini kurang seimbang antar harga sawit dengan harga pupuk naik. Kalau pupuk naik, sementara harga sawit tidak normal. Tentu ini akan menyulitkan petani kecil. Apalagi saat ini dari Kementerian Pertanian tidak ada lagi pupuk subsidi untuk sawit,” ujarnya.
Terbitkan Surat Edaran Pengawalan Harga TBS Kelapa Sawit Produksi Pekebun
Gubernur Riau Syamsuar mengeluarkan Surat Edaran (SE) tentang Pengawalan Harga Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit Produksi Pekebun, Ju’mat (10/06/2022).
SE diterbitkan guna menindaklanjuti arahan Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi dalam rakor progres kebijakan minyak goreng curah rakyat yang dilaksanakan tanggal 7 Juni 2022.
Kemudian, SE Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 112/KB.120/M/6/2022 tentang Pengawalan Harga TBS Kelapa Sawit Produksi Pekebun serta tanggal 9 Juni 2022.
Syamsuar mengatakan, dalam rangka pengawalan harga TBS produksi pekebun, Kementerian Pertanian telah membentuk gugus tugas monitoring harga pembelian TBS produksi pekebun. Termasuk melibatkan Kepala Dinas yang membidangi Perkebunan Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Gugus Tugas ini memiliki fungsi untuk melaksanakan pengawalan harga pembelian TBS pekebun, melaksanakan monitoring dan pengawasan terhadap percepatan penyerapan/pembelian TBS pekebun oleh Pabrik Kelapa Sawit (PKS).
Selain itu melaksanakan monitoring, pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Gubernur nomor 77 Tahun 2020 sebagai tindak lanjut Peraturan Menteri Pertanian Nomor 01 Tahun 2018. Lalu, melaksanakan pembinaan perizinan berusaha perusahaan perkebunan yang memiliki PKS.
“Seluruh pihak yang dimaksud harus mendorong percepatan ekspor Crude Palm Oil (CPO) untuk pencapaian harga TBS produksi pekebun diatas Rp. 3.000 per kg,” kata Gubri Syamsuar
Selanjutnya, Pemerintah Daerah juga diminta untuk mempercepat pembentukan atau penguatan kelembagaan pekebun dan fasilitas kemitraan maupun kerjasama kelembagaan pekebun dengan PKS sesuai Peraturan Gubernur Nomor 77 Tahun 2020.
Serta mendorong PKS yang terintegrasi dengan industri hilir minyak goreng untuk mendaftar dalam aplikasi Sistem Informasi Minyak Goreng Curah (SIMIRAH) di laman https://simirah kemenperin.go.id/ dan Kementerian Perindustrian.
(MC Riau/amn)