Close Ads Here
Close Ads Here
Close Ads Here
Close Ads Here

Coba Tahu Dirilah, Penting Belajar Akhlak dalam Berdagang

(CIO) — Pak Haji pemilik toko di Plered sedang memasang papan pemberitahuan di depan tokonya.

“Mohon untuk tidak membuka lapak dagangan di depan toko,” tulisnya.

Saya jadi teringat obrolan bersama seorang kawan yang pedagang kaki lima di depan toko Rolling milik pengusaha Tionghoa.

“Mas, dua hari ini saya nggak bisa jualan. Itu sih gara-gara mobil truknya masih di depan toko. Belum juga dibongkar isinya. Gimana ya enaknya? Ngomong langsung aja tah ke Ta Ci -pemilik toko-nya?” katanya saat bertemu saya. Sembari mengeluh.

“Ya coba saja ke toko. Datang baik-baik. Mudah-mudahan pemilik toko itu bisa memindahkan mobil truknya,” jawab saya.

Dua hari kemudian, saya ketemu sama karyawan toko tersebut. Saya coba ajak ngobrol.

“Di, itu kenapa ya mobil truk punya toko itu naruhnya di depan aja, nggak dibawa masuk gudang? Apa nggak khawatir hilang gitu?” tanya saya.

“Itu sengaja leh. Biar nggak ada yang nempatin. Itu sih pedagang kaki lima yang buka lapak malam kadang kotoran sampah dagangannya berserakan. Ngotorin halaman parkiran. Baunya amis,” ujarnya.

“Sering tah kayak gitu?” tanya saya lagi.

“Iya, harusnya pas nutup dagangannya, sampah segera dibuang. Eh itu sih sampai siang masih aja. Pas ibu Ta Ci datang, jadi tahu, ya langsung marah,” jawabnya.

Saya sering memperhatikan, kejadian kayak gini enggak satu dua kali. Lebih kayaknya. Pedagang kaki lima yang numpang dagang di teras atau halaman toko atau rumah warga sering banget menyepelekan. Terutama bekas kotoran dagangannya.

Mereka malas bersih-bersih selepas dagang. Maunya enggak repot. Langsung cabut pulang.

Saya pernah tahu sendiri, pedagang masakan yang menumpang dagang di teras jalan sebuah toko. Dia dagang sekitar jam 5 pagi sampai jam 9 lebih.

Setelah dagangnya selesai, dia menyiram air bekas cuci piringnya begitu saja di depan teras jalan toko. Alhasil kotorannya mengendap. Ya tentu saja bau.

Saya coba menatapnya. Ngasih kode. Rupanya dia paham bahwa sampah bekas cuci piringnya ngebuat kotor halaman toko itu. Tapi ya gitu cuek aja. Terus pergi aja bareng isterinya. Kayak nggak ngerasa bersalah.

Akhlak yang kayak gini nih yang enggak beres. Penting belajar akhlak dalam berdagang. Nggak hanya asal dagang. Pikirannya yang penting saya untung. Biar orang lain yang kena kotornya. Kena sampahnya. Kan ini rusak kalo kayak gini.

Sudah dikasih tempat sama orang. Gratis pula. Eh malah nggak beres. Nggak ada rasa terima kasihnya. Nggak ada pengertiannya. Malah bikin kotor, bau.

Maka saya paham kalo pak Haji sampe buat papan pengumuman begitu. Biar enggak ada pedagang yang bukalapak di depan teras tokonya. Ini karena sebagian pedagang kaki lima enggak tahu diri.

Tapi banyak juga pedagang kaki lima lainnya yang tahu diri loh. Yang tidak mengotori dan buang sampah kotoran dagangannya sembarangan. Yang mengerti adab rasa syukur kepada sesama.

Saya kira gini aja, pemilik toko yang terasnya dijadikan lapak dagangan orang kayak pedagang kaki lima yang enggak beradab, lebih baik diminta biaya sewa ngontrak lahan. Kalo bisa agak mahalan dikit. Biar mereka mulai memahami. Udah dikasih gratis, eh malah kurang ajar. Nggak ada rasa tanggung jawabnya.

Biar mereka tahu diri.

(***)

Oleh: Ahmad Sholeh, Pedagang Sembako