Close Ads Here
Close Ads Here
Close Ads Here
Close Ads Here

Cerpen: Jualan Bubuk Jahe dan Kue Cucur dari Ruang Karantina (Bagian 7)

Oleh: Mastiardi, Pelaku UMKM

Hari Ketujuh Isolasi.

Hujan turun sejak pagi sampai dengan siang. Berbentuk rintik tipis. Namun cukup membuat orang-orang malas keluar rumah.

Kecuali kami, yang memang sejak tujuh hari hanya di rumah saja mengurung diri sejak istri saya dinyatakan positif terpapar Covid-19, Jum’at lalu.

Hari ini semua berjalan normal, situasi aman dan terkendali. Saya hampir kehabisan bahan tulisan pada seri ke tujuh ini.

Untung saja hujan turun. Jadi saya bisa memulai catatan ini dan melukisnya dari rintik yang jatuh, membanjiri ruang imajinasi dan tumpah dalam bentuk tulisan ringan ini.

Saya merasa hidup yang begitu teratur sejak isolasi ini, pagi sarapan bersama — istri menjauh sendiri dari kami –, kadang saya buatkan sarapan untuk semua.

Seperti pagi ini karena hujan, saya masak indomie untuk istri dan anak-anak. Sepertinya enak. Soalnya semua piring saya lihat licin setelahnya.

Menjelang siang, jika tidak beli makan nitip sama kru, saya masak sendiri. Meski hari pertama dulu masakan saya cukup asin. Maklum sudah lama terima beres saja. Saatnya gantian yang terima beres.

Setelah selesai masak, membuang sampah, mandi, lalu saya biasa pindah duduk ke ruang tamu, mencomot satu dua buah buku dari rak, dan melahapnya dekat kaca jendela sambil menikmati taman kecil yang juga saya rancang dengan ide sendiri, begitu juga menanamnya dengan tangan sendiri. Cukup lah untuk teman meneguk kopi dan menelan untaian-untaian kalimat dari buku yang saya baca.

Sesekali saya memeriksa laporan transaksi usaha dari group WA operasional, kadang ikut memfollow-up group penjualan.

Seperti sore ini, menjelang Ashar saya iseng mencoba aktif menjual beberapa produk di group tersebut yang sudah lama tidak saya lakukan.

Dulu saya sering sekali memposting produk di group bisnis tersebut yang belakangan banyak di handle kru.

Saya merasa senang, setelah puluhan box kue cucur, beberapa bungkus bubuk jahe, memory hp dan juga satu android terjual karena postingan saya itu.

Saat malam tiba biasa saya melanjutkan ritual lainnya, dalam keteraturan menyiapkan makan malam, menyapu rumah, lalu standby di depan tivi dengan segelas jahe hangat.

Kadang kalau mata belum ngantuk, saya cicil lagi hutang tunggakan membaca buku yang masih banyak bersampul rapi sejak dibeli.

Konter pulsa yang biasa menjual produk-produk telekomunikasi mulai saya masukkan produk-produk UMKM seperti air mineral, bubuk jahe siap seduh, keripik tempe dan kue cucur. Sebagian besar produk industri rumah tangga.

Salah satu bagian dari cita-cita yang menjadi sebab saya mencabut tali absen dari perusahaan, agar bisa banyak terlibat pada pengembangan UMKM semampu sumber daya yang saya punya.

Makanya saya ikut barisan perjuangan di salah satu paslon yang lagi ikut pilkada demi UMKM tersebut. Saya berdiskusi panjang lebar dengannya sampai pukul dua dini hari beberapa bulan sebelumnya terkait konsep-konsep pengembangan UMKM.

Setelah melihat keseriusannya itu, dan saya kira itu bukan sebuah basa-basi, maka saya putuskan untuk mendukung nya terlibat dalam urusan politik yang jarang saya mau berkecimpung di sana.

***

Biodata Penulis:

Mastiardi, S.T

Dilahirkan di Lubuk Bendahara, 27 Juni 1983. Pernah menempuh pendidikan S1 Arsitektur UII Yogyakarta (Tamat 2006)

Ada beberapa karya-karyanya yang belum pernah dipublikasi, diantaranya:

Cerpen

  1. Selamatan Salamek
  2. Penyakit Lamin
  3. Hari Eksekusi
  4. Pendaratan di Paris
  5. Barudin Hito

Puisi

  1. Robohnya Tebing Sungai Kami
  2. Kursi Langit
  3. Mendayung Masa

Saat ini Mastiardi yang mantan Bankir ini berprofesi sebagai penjual pulsa, yang bergerak di UMKM dengan bendera bisnis Sakti Network (SN). Ia juga tercatat sebagai anggota Pegiat Literasi Rokan Hulu (PLR) dan Pengurus Forum Taman Bacaan Masyarakat (FTBM) Kabupaten Rokan Hulu.