JAKARTA(Cakrawalaindonesia.id) – Kuasa Hukum Kompol (purn) Ramli Sembiring mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dalam gugatan praperadilan tersebut, kuasa hukum mempersoalkan dugaan pelanggaran prosedur berupa penetapan tersangka oleh Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipidkor), padahal sesuai Peraturan Presiden (Perpres) 122/2024 kasus korupsi ditangani Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortastipikor).
Sidang praperadilan digelar Jum’at (20/6/2025) sore dengan agenda pemeriksaan dua orang saksi ahli. Yakni, Ahli Administrasi Negara Dani Sintara dari Universitas Islam Sumatera Utara dan Ahli Pidana Azmi Syahputra dari Universitas Trisakti.
Kuasa Hukum Kompol (purn) Ramli Sembiring, Irwansyah Putra Nasution menuturkan bahwa agenda sidang praperadilan berupa keterangan dari saksi ahli. “Kami mengajukan dua saksi ahli,” paparnya.
Terkait pengajuan gugatan praperadilan, kuasa hukum menilai terdapat pelanggaran prosedur penanganan hingga penetapan tersangka yang dilakukan oleh penyidik. Yang pertama terhadap penetapan tersangka Ramli Sembiring. “Penetapan tersangka awalnya ditangani di Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri, sementara menurut Perpres 122/2024 dinyatakan terhadap peristiwa pidana dugaan tindak pidana korupsi ditangani oleh Kortastipidkor bukan Dit Tipikor,” ujarnya.
Yang kedua, berdasarkan informasi kasus ini tidak pernah terjadi operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK maupun oleh Kortastipikor. Justru Ramli Sembiring beritikad baik datang ke pemeriksaan internal Polri di Paminal. “Berdasarkan panggilan Paminal, dia hadir jadi bukan berdasarkan OTT yang dilakukan oleh Kortastipidkor,” ungkapnya.
Selanjutnya, beber Irwansyah, pejabat Polri menyampaikan bahwa penyidik telah menyita barang bukti uang Rp431 juta kurang lebih yang sudah disita. “Kami sudah lihat dari bukti-bukti yang diajukan oleh Termohon dalam hal ini kepolisian, tidak ada barang bukti penyitaan uang Rp431 juta. 431 juta itu hanya Berdasarkan pengakuan-pengakuan ya,” jelasnya.
Menurutnya, kasus ini sangat tidak mengikuti standar operasional prosedur (SOP) yang diatur baik KUHAP, Peraturan Polri (Perpol) dan Peraturan Kapolri (Perkap),” tambahnya.
“Dari gugatan ini kami berharap Majelis Hakim benar-benar mempertimbangkan dari bukti-bukti yang kami Ajukan, bahwa ada yang salah dalam penanganan perkara ini. Kami bukan mau minta peristiwa ini tidak ada, tapi tolong perbaikilah Penyidik SOP-nya. Kalau memang salah ya diakuin, Maka kami ujilah praperadilan. Jadi jangan dianggap kami melakukan penghalangan-halangan. Gugatan praperadilan ini diberikan ruang oleh undang-undang,” tegasnya.
Sementara itu, Saksi Ahli Hukum Administrasi Negara, Dani Sintara dalam keterangannya di persidangan, menerangkan Perpes 122 tahun 2024 tentang Susunan Organisasi Polri dinyatakan sudah berlaku sejak diundangkan. Artinya, dalam organisasi Polri penanganan terhadap perkara dugaan korupsi harus ditangani oleh Kortastipidkor Polri, tidak lagi Dit Tipidkor.
“Penyidik harus berjalan sesuai aturan regulasi. Dan kalau ada kesalahan dalam pelaksanaan penetapan tersangka, ya Prapid ini untuk mengujinya,” ucapnya.
Tim kuasa hukum bertanya pada saksi Ahli Hukum Acara Pidana Azmi Syahputra dalam persidangan.
“Bagaimana pandangan ahli kalau dalam penetapan tersangka tidak mengikuti prosedur yang diatur didalam KUHAP dan Perpes 122 tahun 2024,” tanya Irwansyah.
“Penyidik dalam setiap tindakannya melakukan penyidikan hingga penetapan tersangka harus mengacu pada KUHAP. Kalau ada prosedur yang salah dan tidak dijalankan, maka produk yang diterbitkan juga salah. Prapid inilah untuk mengujinya. Dan hakim yang berhak untuk memutuskan,” jelas Azmi.
Sebelumnya, Kompol (purn) Ramli Sembiring mengajukan Prapid di PN Medan dan putusan Niet Ontvankelijke Verklaard (NO).(***)