Cakrawalaindonesia.id – Menyoroti beberapa partai politik oposisi kiri yang terus terlihat akrab dengan pemerintah saat ini.
Hal, tersebut wajar-wajar saja. Karena dalam politik tidak ada musuh abadi melainkan kepentingan yang abadi. Jangan salah mengartikan di era demokrasi ini.
Bahwa pemangku kebijakan tidak bisa dikritik. Justru negara penganut demokrasi kritik menjadi santapan. Jika bijak menghadapinya maka dipastikan kritik akan berlalu. Tapi jika menghadapi kritik dengan tangan besi maka resiko berat bagi pemangku jabatan.
Kembali kepada pihak oposisi tadi. Apa yang dilakukan bahkan sudah diniatkan itu sah-sah saja. jika itu memang untuk kepentingan bangsa ini. Itu terpuji.
Tapi bukan sebaliknya merapat tapi mencari keutungan dari kemelut yang ada. Artinya apa bahwa tujuan berpolitik esensinya bukan untuk mencapai kebutuhan pribadi yang bersifat keduniaan.
Seperti jabatan, jadi anggota dewan yang terhormat atau apalah sebutannya. Tapi pada tujuan pemenuhan kebutuhan khalayak umum yaitu bangsa ini. Buat apa berada dipangung politik tapi dengan tujuan hanya politik konsumtif.
Politik tersebut akan membuatnya amesia bahkan lupa diri. Hal inilah yang akan membuat para politisi kehilangan jejaknya. Artinya apa ia duduk di singgasana hanya sebagai symbol yang tidak mewakili kepentingan rakyatnya. Ia hanya sibuk dengan kepentingan-kepentinganya sendiri.
Sudah selayaknya mereka kembali pada politik idealis yang menjunjung tinggi nilai-nilai kesejahteraan bersama. Masih banyak tugas berat yang harus dikerjakan oleh para politisi.
Harusnya para politisi menapaki jejaknya dengan mengurangi kebijakan yang mencekik rakyat. Karena bangsa ini tidak hanya dihuni oleh orang-orang yang berkantong tebal dengan rupiah.
Ada orang yang tiap hari terbujur entah dimana tapi yang jelas tinggal di Indonesia mereka membutuhkan kebijakan yang adil untuk kehidupan mereka.
Jangan biarkan mereka menjadi penonton disaat kita tertawa dan tersenyum di depan sebuah stasiun tv. Sedangkan mereka berharap ada kebijakan yang dapat mengangkat harkat dan martabat mereka sebagai anak bangsa ini. Agar mereka dapat hidup layak. Hanya hidup layak sebagaimana manusia pada umumnya.
Harusnya kita malu dengan sosok pendahulu kita yang membesarkan bangsa ini dengan susah payah. Mereka ikhlas bahkan saking ikhlas ada diantara mereka yang berjasa untuk bangsa ini tidak diketahui oleh bangsanya sendiri.
Dapatkah kita sebagai anak bangsa meneruskan cita-cita luhur mereka yang tertanam dalam undang-undang dan Pancasila.
Kedua landasan itu memiliki sosio-history yang panjang. Dibuat bukan asal jadi atau bem-salabem. Tapi berdasarkan musyawarah, perenungan yang dalam, argumentasi orang-orang berilmu yang beradu di antara anak bangsa, sampai pada ujung kesepakatan yaitu menerimnya dengan ikhlas demi negara kesejahtraan bangsa.
Jika kita menjadikan itu rujukan dalam tindakan berbangsa dan bernegera. Sudah dipastikan kita akan menjadi bangsa rahmatal lil’alamiin bagi bangsa sendiri.