YOGYAKARTA(Cakrawalaindonesia.id) – Respons darurat bencana yang efektif menjadi kunci untuk menyelamatkan warga dan meminimalkan dampak yang lebih besar bencana. Langkah ini dukung salah satunya melalui penyusunan dokumen kesiapsiagaan, khususnya rencana penanggulangan kedaruratan bencana.
Langkah ini dilakukan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dengan studi literatur penyusunan dokumen di Pujiono Centre. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan dan memperkaya perspektif dalam proses penyusunan dokumen rencana penanggulangan kedaruratan bencana atau RPKB. Mandat penyusunan RPKB ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, yaitu pada Pasal 45, serta Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, yaitu Pasal 16 dan 17.
Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Penanggulangan Bencana BNPB Berton Suar Pelita Panjaitan Ph.D. menyampaikan, kegiatan ini sangat penting untuk meningkatkan kapasitas sumber daya manusia dalam rangka mengurangi risiko bencana.
Upaya ini tidak hanya untuk penguatan kapasitas internal tetapi juga mitra BNPB di daerah, yaitu Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di tingkat provinsi, kabupaten dan kota.
Di sisi lain, Berton mengatakan, peningkatan kapasitas dalam menyiapkan sumber daya manusia salah satunya dalam penanganan darurat bencana.
“Permasalahan yang sering muncul saat situasi darurat terjadi harus diantisipasi sedini mungkin sehingga indonesia dapat mewujudkan sasaran Rencana Induk Penanggulangan Bencana (RIPB) 2020-2044 yaitu penanganan darurat bencana yang cepat dan andal sesuai cita-cita RIPB 2019-2045,” tambahnya, saat membuka kegiatan, Kamis (22/12).
Pada konteks kesiapsiagaan atau pun kedaruratan, Berton menyampaikan, permasalahan yang sering muncul saat situasi darurat yaitu belum optimal penanganan darurat bencana hampir di seluruh wilayah.
“Belum semua daerah (provinsi dan kabupaten/kota) mempunyai dokumen perencanaan untuk menghadapi situasi kedaruratan bencana rencana kedaruratan bencana (RPKB) dan rencana kontinjensi,” imbuhnya.
PPKB tersebut memuat tugas dan tanggug jawab, kebijakan dan strategi dan rencana tindakan atau rencana operasional secara umum dan perencanaan logistik yang perlu dilakukan untuk melaksanakan untuk menghadapi lebih dari satu jenis ancaman bencana yang mungkin terjadi.
Di samping itu, dokumen ini memuat dan menjelaskan peran, tanggung jawab dan pengorganisasian penangangan darurat bencana.
Menurut Berton, RPKB dan rencana kontinjensi yang sudah disusun sampai saat ini belum secara optimal disinergikan dan dilatihkan bersama. Hal tersebut berdampak pada pemahaman dan kemampuan para personel yang nantinya menjadi pelaksana penanganan darurat bencana kurang memadai sehingga berdampak pada penanggulangan bencaan yang tidak dapat dilaksanakan secara cepat dan andal.
RPKB ini dirancang sebagai dokumen pemandu kepada semua pemangku kepentingan yang terlibat dalam penanganan darurat bencana. Pelaku tersebut melibatkan di sektor pemerintah, lembaga usaha, lembaga non-pemerintah, TNI, Polri hingga pelaku internasional.
Berton menambahkan prinsip RPKB ini menjabarkan doktrin dalam mengelola bencana atau kedaruratan tanpa memandang skala, cakupan dan kompleksitasnya.
Saat melakukan kunjungan di Pujiono Centre, peserta studi literatur belajar mengenai proses penyusunan RPKB. Melalui bermain peran atau _role play_, fasilitator Dr. Puji Pujiono menyampaikan empat tahapan dalam penyusunan. Keempat tahapan ini yaitu persiapan, penyusunan, pengembangan dan pengesahan.
Sementara itu, Pusdiklat Penanggulangan Bencana BNPB juga melakukan studi literatur manajemen pelatihan dari Lembaga Pendidikan Perkebunan (LPP) Yogyakarta. Kegiatan yang berlangsung pada 21 – 24 Desember 2022 merupakan bagian program IDRIP atau Indonesia Disaster Resilience Intiatives Project. Program ini bertujuan umum untuk membangun kesiapsiagaan dan resiliensi masyarakat Indonesa dalam menghadapi bencana.