KUPANG(Cakrawalaindonesia.online) – Polresta Kupang Kota mengamankan enam ton bahan bakar minyak (BBM) Bersubsidi di sebuah tempat penimbunan, Minggu (4/9/2022). BBM jenis solar ini milik seorang warga Kelurahan Alak, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur berinisial AA (52).
Kapolresta Kupang Kota Kombes Pol Rishian Krisna Budhiaswanto S. I. K., S. H., M. H., menjelaskan penangkapan tersebut berawal dari penyelidikan berdasarkan informasi masyarakat.
“Saat diamankan, pemiliknya sedang berada di luar kota, sehingga dilakukan pemantauan oleh petugas di lapangan,” jelas Kapolresta.
Menurut Kapolresta, setelah dilakukan pemantauan, pada Sabtu (3/9/2022) siang, saat tersangka tiba di rumahnya langsung dilakukan penangkapan dan penggeledahan.
Hasil dari penggeledahan, ditemukan barang bukti berupa BBM jenis solar lebih dari enam ton, yang ditampung dalam 24 jerigen berukuran 35 liter, 10 drum dengan ukuran masing-masing 200 liter, serta 4.000 liter yang ditampung dalam tandon berukuran 5.000 liter.
Kapolresta menambahkan, pihaknya juga mengamankan dua tandon kosong berukuran 5.000 liter bekas solar dan dan tiga tandon kosong berukuran 2.000 liter, yang biasa digunakan untuk menimbun solar, 24 jerigen kosong ukuran 35 liter, serta satu unit mobil pick up.
“Ada juga dua unit mesin pompa merek sanyo yang biasa dipakai untuk menyedot solar dari tandon ke jerigen atau sebaliknya,” ujar Kapolresta.
Kapolresta mengatakan, modus pelaku AA untuk menimbun BBM solar adalah, membeli solar bersubsidi dari beberapa SPBU di kawasan Kecamatan Alak, Kota Kupang menggunakan puluhan jerigen, kemudian diangkut menggunakan mobil pick up yang diparkir di belakang SPBU.
Dari hasil pemeriksaan, AA mengaku sudah melakukan praktik penimbunan solar sejak tahun 2019. Dia menjual kepada para nelayan dengan harga lebih tinggi, yakni Rp6.000 per liter.
“Setelah tahu BBM mau naik, tersangka menimbun sebanyak mungkin sebelum kenaikan harga dan akan dijual dengan harga lebih tinggi lagi, untuk meraup keuntungan sebesar mungkin,” tambah Kapolresta.
Pelaku AA masih diperiksa untuk mencari tahu keterlibatan pihak lain. Pelaku dijerat pasal 55 UU 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dengan ancaman hukuman 6 tahun penjara dan denda maksimal Rp60 miliar.