Close Ads Here
Close Ads Here
Close Ads Here
Close Ads Here

Terinspirasi Tokoh Besar Islam, Mengajak Santri Berlatih Menulis

(CIO) — Ketika masih di warung melayani pembeli, Pengurus Pondok mengabari lewat pesan WhatsApp bahwa jadwal saya mengajar diganti hari Rabu.

Saya iyakan, “siap..” tulis saya balas pesan di WhatsApp nya.

Ada perubahan jadwal, tahun ajaran kemarin saya dapat hari Kamis. Sekarang hari Rabu, its oke.. tidak ada masalah. Malah bersyukur.

Saya dapat tugas untuk mengampu mata pelajaran kewirausahaan. Terkait dagang. Sesuai kegiatan saya sehari-hari, sebagai pedagang sembako hehehe.

Sebelumnya sih saya enggak punya pengalaman mengajar. Tapi ya bismillah saja. Saya pikir berbagi pengalaman boleh juga, bareng mereka.

Jadi pengalaman saya sebagai pedagang, saya upayakan untuk bahan sharring di kelas. Ilmu praktek hehehe.

Kata berbagi lebih saya sukai dibanding mengajar. Ya lebih seru aja. Lebih powerfull hahaha.

Pun juga ketika para santri, menyapa saya dengan kata ustadz, buru-buru saya sergah, “Enggak usah panggil saya ustadz ya dek.”

Saya lebih nyaman dipanggil seperti kakak mereka saja. Saya anggap mereka adalah adik-adik saya.

Melihat para santri antusias belajar itu bikin saya bahagia. Ini luar biasa. Rasanya gimana gitu, bahagia banget.

Kadang saya ngaca sendiri, “waahh dulu saya nggak kayak mereka,” membatin.

Di kelas saya tidak mewajibkan mereka untuk membeli kitab tertentu atau perlengkapan apa pun. Siapin diri, buku tulis dan pulpen sudah cukup. Dan saya lebih suka berinteraksi lewat tanya jawab. Sembari mengenal mereka. Walaupun memang sering lupa namanya hahaha.

Oh iya saya meminta teman-teman santri untuk membuat tulisan, karangan. Entah satu halaman atau beberapa paragraf saja. Temanya bebas. Entah itu pengalaman mereka di pondok, pengalaman berinteraksi di sekolah, pokoknya apa saja. Yang nanti pas akhir jam belajar dikumpulkan.

Intinya melatih mereka menulis dari sekarang. Siapa tahu mereka menjadi penulis yang hafidz qur’an, pengusaha sekaligus penulis yang juga dekat dengan qur’an. Dokter yang hafidz quran sekaligus penulis hebat. Pemimpin yang pandai menulis dan yang paham quran, itu saja hehehe.

Ini terinspirasi para tokoh besar zaman keemasan Islam, dimana karya tulis menjadi hal penting dalam menumbuhkan semangat peradaban. Membaca dan menulis.

Mimpi? ya mimpi, tapi kuat banget.

Tulisan mereka enggak saya koreksi. Saya baca saja. Tulisan itu adalah karya mereka, itu bagus. Dan saya enggak perlu jadi hakim wkwkwk.

Tulisan yang mereka serahkan, saya baca semua setelah jadwal kelas selesai. Dari tulisan mereka itu saya jadi tahu karakter mereka.

Haahh, ingat mereka jadi ingat masa sekolah. Hmmm.

(***)

Oleh: Ahmad Sholeh, Pedagang Sembako