Close Ads Here
Close Ads Here
Close Ads Here
Close Ads Here
Ulasan  

Tahun Baru Islam, Din Syamsuddin: Muhammadiyah menjadi Gerakan Hijrah Peradaban Bangsa

Pengajian rutin setiap Rabu malam di Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta sebagai penceramah diisi oleh mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah periode 2005-2015, Profesor Dr H M Din Syamsuddin MA PhD.

YOGYAKARTA(CIO) – Setelah dua tahun lebih Pengajian Majelis Tarjih dan Tajdid digelar secara online Pimpinan Pusat Muhammadiyah kembali menyelenggarakan secara langsung.

“Ini adalah malam pertama sejak 2,5 tahun terakhir digelar secara online,” kata Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Profesor Dr Syamsul Anwar MA, tiga hari lalu di Kauman.

Pengajian edisi 181 secara langsung digelar pada Rabu (3/8/2022) malam diisi oleh mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah periode 2005-2015, Profesor Dr H M Din Syamsuddin MA PhD.

Menurut Syamsul Anwar, pengajian tarjih edisi 181 berisi tentang tantangan umat di masa-masa akan datang dan bagaimana menyikapinya.

Pihaknya berterima kasih kepada Prof Din Syamsuddin yang telah bersedia mengisi pengajian tarjih secara offline di Masjid Gedhe Kauman.

Pengajian yang digelar setiap Rabu malam di Serambi Masjid Gedhe Kauman Yogya juga disiarkan langsung secara online di kanal Youtube.

“Yang paling penting adalah kesyukuran kita setelah pandemi wabah yang melanda dunia,” ungkap Din Syamsuddin.

Pengajian tatap muka pertama setelah pandemi yang diiisi oleh tokoh Muhammadiyah itu dibuka dengan menyinggung soal pemakaian masker.

“Saya saksikan sebagian ada yang masih memakai masker, ada yang tidak lagi pakai masker, mungkin merasa sudah booster,” seloroh Din.

Menurut Din, dampak pandemi begitu luar biasa sehingga menimbulkan pro dan kontra terhadap vaksinasi. “Tapi okelah, itu telah berlalu. Kita dapat bertemu dan inilah pengajian tatap muka pertama setelah libur pada masa pandemi dua tahun lebih.” jelasnya.

Akibat pandemi, kehidupan umat manusia diporakporandakan yang nyaris hegemoni negara runtuh, ekonomi global kolaps.

Pada kesempatan itu, Din mengajak kepada semua yang hadir dan yang mengikuti pengajian melalui kanal Youtube, untuk menyongsong hidup baru—bukan the new normal life.

“Mari kita songsong kehidupan baru –bukan the new normal life– sebagaimana yang sering disebut new normal… new nomal…” ucapnya.

Bahkan setahun lalu ada sebuah kafe bernama New Normal, kata Din, padahal yang datang ke situ abnormal karena pakai masker dan juga berjarak.

Momentum Hijriyah

Momentum Tahun Baru Islam atau Hijriyah, menjadi kesempatan bagi kaum beriman untuk menerapkan, mengedepankan dan membudayakan satu kehidupan baru yang disebut oleh Al Qur’an sebagai ‘hayatan thoyibah’.
hayatan thoyibah adalah kehidupan yang terbaik, sehat, positif dan konstrukstif, yang tidak sama dengan new normal yang diajukan oleh Barat.

Dijelaskan Din, kata ‘thoyib’ dalam Bahasa Arab mengandung arti yang luas. Menurut ahli Bahasa Arab, semua kata Bahasa Arab yang mengandung arti baik seperti thoyib, khair, sholeh, ma’ruf mengandung arti superlatif.

“Khoir bukan sekadar baik, tetapi, keterbaikan. Apalagi kalau jamak al khoirat, fastabikhul khairat, berlomba-lomba untuk meraih keterbaikan-keterbaikan,” papar Din.

Kepada hadirin jamaah pengajian, Din sempat menceritakan awal mula masuk Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM).

Din kagum melihat tulisan berkalimat fastabikhul khoirat yang tertera di bendera IMM.

“Karena terdapat kalimat fastabikul khoirat pada bendera IMM,” bebernya.

Sayangnya, kata Din, IMM tidak lagi mengamalkan kalimat yang ada di bendera. “Atau kurang diamalkannya.” ungkapnya.

Hayatan Thoyibah

Hikmah dari Tahun Baru Hijriyah adalah mengamalkan, menerapkan dan membudayakan hayatan thoyibah.

Tidak mungkin ada setiap individu baik muslimin maupun muslimah, mustahil akan terjadi baldatun thoyibah jika muslimin dan muslimah tidak mempraktekkan hayatan thoyibah.

“Maka, marilah pada pasca Covid-19 dan memasuki Tahun Baru Hijriyah, kita bertekat untuk menampilkan hayatanthoyibah,” ajak Din, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah.

“Hari ini harus lebih baik dari kemarin (sebelumnya). Dan yang akan datang harus lebih baik dari hari ini.”

Peristiwa Hijrah

‘Hijrah’ yang menjadi pangkal dari penanggalan Hijriyah merupakan peristiwa hijrahnya Rosulullah Muhammad Sholallahu ‘Alayhi Wassalam dari Mekah ke Madinah.
Peristiwa besar itu merupakan tonggak titik tolak kebangkitan dan kemajuan peradaban besar yang pernah ada di dunia.

Din mengatakan ada seorang orientalis Belanda menyebut hijrahnya Nabi Muhammad dari Mekah ke Madinah adalah sebuah revolusi peradaban.

Orientalis Belanda itu mengatakan bahwa hijrah Nabi Muhammad bagaikan ledakan mesiu di padang pasir yang sangat dahsyat membuat butir-buti pasir beterbangan ke angkasa dan meliputi seluruh dunia.

“Hijrah adalah peristiwa yang sangat sentral, signifikan, monumental, dalam sejarah peradaban Islam karena melakukan perubahan yang sangat dahsyat,” katanya.

Terhitung kurang dari setengah abad Rosulullah Muhammad Sholallohu ‘Alayhi Wassalam melakukan revolusi merubah dunia.

Mekah dan Madinah

Mekah yang pada waktu itu adalah urban fenomena (baca: fenomena perkotaan) nyaris menjadi sebuah kota dagang.

Mekah menjadi kota festival, khususnya sastra. Menjadi destinasi wisata dan tempat pertemuan bagi perdagangan di jalur sutra.

Sementara Madinah adalah fenomena pedesaan yang terdapat banyak oase yang ditumbuhi oleh pohon-pohon kurma.

Al Madinah atau Madani mengandung arti kehidupan modern kehidupan maju. “Hijrah bukan sekadar perpindahan secara fisik tetapi perpindahan secara mental,” sebut Din.

Maka, hijrah adalah perubahan dari kehidupan yang berkemunduran kepada kehidupan yang berkemajuan hanya membutuhkan waktu 10 tahun.

Kata Din Syamsuddin, Madinah sebagai wadah dari attamadun dan sebagi ciri kehidupan maju yang demikian itu adalah proses membangun peradaban. Maka, dipilihlah Madinah sebagai tempat hijrahnya.

Menurut Din, peristiwa inilah yang menginspirasi Muhammadiyah dengan gagasan yang berkemajuan atau ringkasnya Islam berkemajuan.

“Yang harusnya menjadi inspirasi dan motivasi sebagai umat Islam untuk menjadikan agama ini sebagai agama peradaban. Agama yang selalu hadir menjawab masalah peradaban.”

Khilafah

“Hijrah adalah titik tolak tonggak untuk membangun khilafah,” kata Din mendekati usainya pengajian.

Ada dua agama samawi yang serupa dengan Islam dalam membangun khilafah, yakni membangun Kingdom of heaven.

Dalam pengajian pertama Rabu malam di Masjid Gedhe Kauman, Din Syamsuddin, merinci jumlah pemeluk agama terbanyak di dunia yang ternyata adalah Islam hingga 1,7 miliar.

“Mari kita bercita-cita dan bertekat untuk melakukan perubahan membangun peradaban ke arah yang lebih baik.”

Masih kata Din Syamsuddin, umat Islam di Indonesia dan dunia harus bercita-cita untuk membangun peradaban baru, peradaban yang sudah rusak secara global, terjadi kerusakan-kerusakan yang sangat-sangat serius.

“Sayangnya umat Islam ini tidak ada yang serius berpikir mengusulkan sebuah peradaban baru terutama pada pasca Covid-19,” sesal Din.

Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah periode 2005-2015, Profesor Dr H M Din Syamsuddin MA PhD menegaskan Hijrah dari Mekah ke Madinah merupakan peristiwa besar yang inspiratif.

Revolusi Akhlak, Muhammadiyah Pembawa Perubahan Peradaban Lebih Baik

Sebuah tata dunia baru yang damai, berkeadilan, dan kesejahteraan, tentu berdasarkan nilai-nilai moral dan nilai-nilai etika. Hijrah secara akidah yang dilanjutkan dengan hijrah ahlak.

“Revolusi mental sebenarnya bagus juga, tetapi tidak dijalankan secara sejati.”

Saat memaparkan hikmah tahun baru Hijriyah, Din sempat menyinggung persoalan politik di Indonesia yang penuh persekongkolan jahat.

“Politik kita penuh dengan persekongkolan jahat,” sindirnya.

Bangsa ini, rakyat ini, khususnya dari bangsa ini, sambung Din, seharusnya berhijrah kepada revolusi akhlak kembalikan kehidupan kebangsaan dan kenegaraan ke nilai-nilai dasar dan Muhammadiyah menjadi gerakan hijrah gerakan perubahan.

“Tapi, jangan pergi dari Yogya berbondong-bondong ke ibu kota baru. Tapi, membangun ibu kota baru bukan bagian dari hijrah.”

Din berharap, pengajian pada Rabu malam di Masjid Gehde Kauman dapat tetap berlangsung dan menjadi destinasi ilmu bagi umat Islam baik di Daerah Istimewa Yogya maupun di luar DIY.(***)