Close Ads Here
Close Ads Here
Close Ads Here
Close Ads Here
NEWS  

Semangat Bambu Runcing, Warga Blunyahan Bantul Pasang Bendera Ukuran Besar di Tiang Bambu

Bendera
Bendera berukuran lebih dari 4 meter dipersiapkan warga untuk dipasang pada bambu sepanjang 25 meter di Blunyahan, Pendowoharjo, Sewon, Bantul, DIY. (Dok: Adham/CIO)

BANTUL(CIO) – Tidak tanggung-tanggung, warga Blunyahan, Kelurahan Pendowoharjo, Kapanewon Sewon, Kabupaten Bantul, Yogyakarta, memasang bendera ukuran jumbo.

Bendera merah putih berukuran lebih dari 4 meter itu diikatkan pada sebuah batang bambu sepanjang 25 meter.

“Dipasang di batang bambu untuk mengingatkan kita semua terhadap bambu runcing,” kata warga setempat, Ahad (31/07/2022).

Bambu yang disimbolkan sebagai bambu runcing itu merupakan senjata yang digunakan rakyat Indonesia ketika berperang melawan penjajah.

Bambu runcing yakni alat senjata dari bahan bambu yang diruncingkan.

Namun, belum diketahui siapa pencetus gerakan bambu runcing untuk dijadikan senjata saat perang melawan penjajah.

Dikutip dari berbagai sumber, dahulu bambu runcing terlebih dahulu didoakan dan dirajah sebelum digunakan untuk berperang.

Doa dan rajah itu dilakukan oleh sejumlah kiai Nahdlatul Ulama (NU) di Parakan, Temanggung, Jawa Tengah.

Awal mula dibuatnya bambu runcing disebabkan karena ketiadaan peralatan perang. Sementara penjajah menggunakan peralatan perang lengkap dengan senjata tembak laras panjang dan pendek, mortir bahkan bahan peledak.

Bambu runcing menjadi alternatif alat perang yang murah dengan kekuatan doa dari para kiai sekaligus menjadi senjata massal bagi rakyat Indonesia dalam kurun waktu 1945-1949.

Di zaman penjajah Jepang, bambu runcing pernah dipakai untuk latihan ketentaraan Seinendan.

Setelah kemerdekaan, beberapa tahun kemudian, bambu runcing disertakan dalam logo pelindung masyarakat (Linmas) yang sebelumnya disebut Hansip.

Namun, bambu runcing tidak benar-benar digunakan untuk berperang melawan penjajah.

“Jadi dibuat citra bahwa ini adalah satu perang rakyat, keterlibatan rakyat, lebih melayani simbol dibanding perang terbuka karena enggak mungkinlah bambu runcing melawan senjata modern.” ungkapnya.

Hal itu diungkapkan peneliti sejarah kolonialisme dan Indonesia modern, Andi Achdian, dikutip dari ‘Cerita bambu runcing dan simbol digdaya senjata perjuangan’, oleh CNN tanggal 17 Agustus 2019.

Andi tidak memungkiri penggunaan bambu runcing sebagiai alat perang karena keterbatasan senjata yang dimiliki rakyat Indonesia.

Tetapi itu hanya segelintir saja yang menunjukkan bambu runcing digunakan sebagai senjata dalam perang, katanya.

Andi menyebut penggunaan bambu runcing hanya sebatas untuk merebut senjata milik musuh yang lebih canggih.

Dikatakan begitu karena bambu runcing lebih kepada suatu simbol yang digunakan untuk membangkitkan semangat rakyat Indonesia saat perang melawan penjajah.

Pegiat budaya di Yogya, Bambang Tri Pandulu Widayat, atau biasa disapa Tripan, tidak mempermasalahkan bambu runcing digunakan sebagai alat perang atau tidak karena hal itu tidak untuk diperdebatkan.

“Yang penting bagaimana sekarang bisa menjaga hasil perjuangan para pendahulu di Republik ini. Untuk apa mempermasalahkan bambu runcing adalah pencitraan atau tidak?!” selorohnya, Ahad (31/07/2022).

Pegiat budaya komunitas Maiyah Nahdlatul Muhammadiyin (NM) Yogya itu juga mengatakan perlunya terhubung dengan para ulama dan kiai agar mengetahui perjalanan Indonesia tidak dengan serampangan.(***)