Close Ads Here
Close Ads Here
Close Ads Here
Close Ads Here
BALI  

Sambangi Bali, Kepala BNPB Himpun Kekuatan Awal Demi Mencegah Kebakaran TPA Suwung

Kebakaran TPA Suwung
Sambangi Bali, Kepala BNPB Himpun Kekuatan Awal Demi Mencegah Kebakaran TPA Suwung

DENPASAR(Cakrawalaindonesia.id) – Musim kemarau tahun 2023 yang telah memicu rentetan bencana berdampak besar bagi kehidupan dan penghidupan masyarakat, banyak menguras tenaga, waktu, pikiran dan tentunya biaya besar harus menjadi pelajaran berharga dan evaluasi bersama seluruh pihak agar kejadian serupa tidak terulang di tahun 2024. Itulah sekiranya satu dari beberapa pesan penting yang disampaikan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Suharyanto S.Sos., M.M., saat memimpin rapat rapat koordinasi awal upaya pencegahan dampak risiko bencana yang dapat dipicu oleh musim kemarau bersama unsur forkopimda Provinsi Bali, Jumat (21/6).

Musim kemarau tahun 2024 yang mulai melanda sebagian wilayah Indonesia pada bulan Juni ini memang memantik perhatian Kepala BNPB. Berkaca dari dampak musim kemarau pada tahun lalu yang juga diperparah oleh adanya fenomena El Nino, Kepala BNPB meminta pemerintah daerah agar mulai fokus dalam upaya mitigasi, pencegahan hingga kesiapsiagaan.

Tidak hanya kekeringan, krisis air bersih atau kebakaran hutan dan lahan saja, musim kemarau juga menjadi pemicu terjadinya kebakaran Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di beberapa wilayah di Tanah Air. Menurut catatan BNPB tahun 2023, ada sebanyak 16 TPA yang mengalami kebakaran hebat dan yang terbesar adalah TPA Sarimukti di Bandung Barat serta TPA Suwung di Bali.

Selepas melakukan kunjungan kerja di Kupang, Nusa Tenggara Timur pada 20-21 Juni 2024, untuk penanganan kasus rabies yang masuk dalam kategori bencana non alam itu, Kepala BNPB secara khusus menyempatkan diri ke Bali untuk mengumpulkan unsur forkopimda demi menghimpun kekuatan agar peristiwa kebakaran Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung tidak terulang di tahun ini.

Peristiwa terbakarnya TPA seluas 32,4 hektar pada tahun lalu itu telah berdampak pada kesehatan masyarakat hingga mengancam sektor pariwisata dan perhubungan. Di samping itu, jika tidak ditangani dengan segera maka kebakaran TPA Suwung dikhawatirkan semakin berdampak besar pada multi sektor.

“Tahun 2023 di samping karhutla luar biasa karena el nino, ada 16 TPA yang terbakar di seluruh Indonesia secara bersamaan. Nah, yang besar ada di Bandung Barat dan di Bali ini,” ungkap Suharyanto.

“Ada kekhawatiran juga yang di Bali ini asapnya kemudian mengganggu berbagai sektor termasuk penerbangan karena jaraknya hanya tujuh kilo dari bandara I Gusti Ngurah Rai,” tambahnya.

Perang Ukraina dan Rusia Hingga Regulasi Penerbangan

Dalam operasi penanganan darurat pada saat itu, BNPB bersama Pemerintah Provinsi Bali dan lintas sektor telah menghimpun banyak sekali sumber daya demi memadamkan kebakaran TPA Suwung, mulai dari pengerahan satgas darat hingga operasi _water bombing_ menggunakan helikopter.

Pengerahan helikopter _water bombing_ sendiri menurut Suharyanto memiliki beberapa tantangan yang harus dihadapi. Mulai terbatasnya armada, aturan izin terbang pesawat hingga biaya yang dikeluarkan begitu besar. Indonesia sendiri setidaknya membutuhkan 30 unit helikopter setiap tahunnya untuk _water bombing_ di enam wilayah prioritas yakni Riau, Sumatera Selatan, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan. Untuk memenuhi kebutuhan darurat itu,BNPB mendatangkan armada dari luar negeri karena di Indonesia sangat terbatas.

Pada tahun 2023, BNPB kesulitan mendatangkan unit helikopter karena negara pemasoknya adalah dari Ukraina dan Rusia, yang mana kedua negara tersebut sedang terlibat konflik. Sehingga beberapa armada harus ditarik ke negara asal untuk misi eksternal tersebut.

“Helikopter pada saat itu tidak ada. Perlu diketahui, biasanya setiap tahun BNPB harus mengerahkan di atas 30 unit. Itu barangnya tidak ada. TNI dan Polri tidak punya. Jadi kita datangkan dari luar negeri. Negara pemasoknya itu Ukraina dan Rusia. Nah dua negara itu sedang perang, jadi hanya ada 15 unit helikopter _water bombing_,” kata Suharyanto.

Meski segala upaya itu membuahkan hasil, namun Suharyanto meminta agar seluruh pihak tidak menganggap bahwa hal itu benar-benar selesai. Kepala BNPB mengingatkan bahwa ancamam itu akan tetap ada. Di sisi lain, Suharyanto juga tidak ingin anggaran pemerintah dihabiskan hanya untuk peristiwa yang sebenarnya dapat dicegah atau minimal dikurangi dampaknya, oleh sebab itu harus dicari solusi lain yang lebih efektif serta efisien.

“Karena unit armada kita datangkan dari luar negeri, ada regulasi yang telah mengatur bahwa ini tidak bisa sembarangan terbang ke seluruh wilayah. Ada enam provinsi prioritas yang karhutla. Jadi helikopter ini sebenarnya harus fokus ke enam itu. Begitu kita mau geser ke daerah lain itu susah karena aturan itu,” jelas Suharyanto.

“Jadi waktu mau menggeser ke Bali ini sulit. Karena waktu itu Bali sudah kritis, maka helikopter yang selesai melaksanakan misi _water bombing_ di Gunung Lawu saya minta geser ke sini,” tambahnya.

Alternatif TMC dan Water Bombing Solusi Terakhir

Merujuk prakiraan dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Suharyanto mengatakan bahwa tahun 2024 diperkirakan tidak akan sekering musim kemarau tahun lalu. Meski demikian, hal itu bukan berarti tidak akan ada kemarau panjang.

“Di 2024 ini mungkin tidak sepanas di tahun lalu. Tapi bukan berarti di sini tidak ada kemarau panjang,” kata Suharyanto.

Menurut Suharyanto, langkah antisipatif berbasis pencegahan harus dioptimalkan. Seandainya bencana serupa terjadi lagi, maka operasi pemadaman udara dengan _water bombing_ diharapkan menjadi solusi terakhir.

“Mari kita sama-sama untuk lebih awal menyiapkan upaya pencegahan. Intinya untuk operasi seperti _water bombing_ tetap akan disiagakan, tapi itu jalan terakhir,” ungkapnya.

Adapun menurut Kepala BNPB, langkah alternatif lain untuk pencegahan sekaligus penanganan dapat dilakukan dengan Teknik Modifikasi Cuaca (TMC). Bentuk ikhtiar dengan membuat hujan buatan tersebut dinilai lebih efektif dan efisien. Beberapa operasi TMC juga pernah dilakukan tidak hanya untuk pemadaman karhutla saja namun juga mendukung perhelatan besar berskala internasional seperti G20, MotoGP Mandalika, KTT Asean dan sebagainya.

“Ada namanya Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC). Kesuksesan penyelenggaraan semua acara internasional di Bali itu ada kita di balik layarnya,” kaya Suharyanto.

Kendati demikian, Suharyanto meminta agar operasi TMC khusus pemadaman ini agar lebih dikaji ulang karena berpotensi menimbulkan dampak sekunder. Suharyanto mencontohkan bahwa operasi TMC di Kalimantan Selatan terbukti menurunkan hujan, namun di sisi lain hal itu juga memberikan dampak lain bagi pertanian yang mana mengurangi kualitas buah dan unsur hara. Oleh sebab itu, Suharyanto meminta agar forkopimda melakukan kajian atas adanya dampak maupun sisi lain dari TMC itu sendiri.

“Apakah TMC ini bisa, tolong ini kita kaji ulang. Kalau kita lakukan TMC ini apakah ada efek samping?,” kata Suharyanto.

“Intinya dalam upaya pencegahan ini BNPB  siap mendukung. Kalau perlu TMC ya segera kita lakukan. Tapi kita harus tahu apakah ada pengaruh lain atau tidak,” imbuhnya.

Kemudian lanjut Suharyanto, upaya penceganan dan kesiapsiagaan ini tentunya paling efektif jika dilakukan oleh satgas darat. Selain lebih tepat sasaran, biayanya juga jauh lebih murah. Suharyanto meminta agar segala kebutuhan lapangan yang diperlukan dalam kesiapsiagaan hingga penanganan darurat dapat diajukan kepada BNPB.

“Selanjutnya alat di lapangan. Pompa ini sedikit. Apa perlu kita tambah ini. Manggala Agni juga turun. Nanti tolong dikoordinasikan kira-kira perlu apa lagi untuk upaya pencegahan,” kata Suharyanto.

Bersama segenap unsur forkopimda Provinsi Bali, Kepala BNPB menaruh harapan besar semoga kejadian di tahun-tahun sebelumnya tidak kembali terulang atau minimal dapat dikurangi dampaknya. Bali sebagai destinasi wisata internasional sudah seharusnya dapat dijaga dari segala jenis ancaman bencana dengan sinergitas antara masyarakat, pemerintah, dunia usaha, komunitas hingga media massa.

“Mudah-mudahan ini terkendali. Karena terbukti. Tahun 2015, 2019 dan 2023 semuanya el nino. Di tahun 2023 kita bisa menurunkan dampak karena kita lebih duluan datang seperti ini,” kata Suharyanto.

“Saya yakin jika kita duluan, maka tidak ada kebakaran. Kalaupun ada pasti kecil dampaknya,” tandasnya.