SOLO(Cakrawalaindonesia.id) – Ketua Asosiasi Provinsi (Asprov) PSSI Jawa Tengah, Yoyok Sukawi, berharap penyelenggaraan Piala Dunia U-17 2023 bisa menjadi momentum kebangkitan sepak bola Indonesia. Seluruh stakeholder sepak bola di Indonesia harus kembali fokus mengerjakan pembinaan pemain usia dini secara lebih serius.
Yoyok Sukawi juga mengapresiasi timnas Indonesia U-17 asuhan Bima Sakti yang sudah berjuang hingga pertandingan terakhir di fase penyisihan. Hasilnya, Iqbal Gwijangge dkk meraih dua poin setelah bermain imbang melawan Ekuador U-17 (1-1) dan Panama U-17 (1-1). Sayangnya, Garuda Muda kalah 1-3 pada laga pamungkas melawan Maroko U-17.
“Kami berharap Piala Dunia U-17 2023 ini menjadi titik nol kebangkitan sepak bola Indonesia. Dan ini dimulai dari timnas Indonesia U-17,” kata Yoyok Sukawi di Pusat Informasi Piala Dunia U-17 2023 di Hotel Solia Zigna Kampung Batik, Solo, Jumat (17/11/2023).
Menurut tokoh sepak bola nasional yang juga mengelola klub Liga 1 PSIS Semarang ini penampilan timnas U-17 sangat membanggakan. Mereka berjuang habis-habisan tanpa mengenal kata lelah. Pemain Indonesia menyadari mereka kalah kualitas dan tim lawan memiliki ranking jauh di atas mereka. Namun tim asuhan Bima Sakti sama sekali tak pernah menyerah.
“Setelah mampu menahan imbang Ekuador dan Panama, lalu kalah terhormat dari Maroko. Semoga ini bisa memacu semangat para pemain kita. Saya melihat bagaimana wajah mereka sudah pucat karena kelelahan. Tetapi mereka masih berusaha mengejar bola,” ucapnya.
“Jadi, ini menjadi momentum stakeholder sepak bola di Indonesia, baik itu klub dan asosiasi-asosiasi provinsi PSSI agar bisa membina lebih banyak pemain muda,” kata dia melanjutkan.
Menurut sosok bernama lengkap A.S. Sukawijaya ini timnas Indonesia juga harus belajar dari tiga lawannya di Grup A. Salah satu yang terlihat mencolok ialah postur tubuh para pemain lawan yang ideal. Hal ini membuktikan bahwa aspek gizi sudah mendapatkan perhatian sejak dini.
Lelaki yang juga menjabat sebagai Chief Executive Officer (CEO) PSIS Semarang itu menjelaskan, pola makan dan gizi bakal ikut menentukan perkembangan seorang pesepak bola muda untuk menjadi atlet profesional di masa mendatang.
“Bisa kita lihat dari Ekuador, Panama, dan Maroko. Mereka membina pemain muda itu tidak setengah-setengah. Baik kompetisi dan turnamennya yang stabil hingga pembinaan pemain mudanya yang berkelanjutan,” ujarnya.
“Kalau dilihat dari bentuk fisiknya, mereka terlihat posturnya sudah ideal. Itu menandakan bahwa dari awal mereka sudah sungguh-sungguh. Gizi pun diperhatikan dari masa pertumbuhan pemain,” kata dia lagi.
Selain itu, Yoyok menyebut kompetisi sepak bola usia dini yang kini digelar PSSI layak diapresiasi. Sebab, selain menggelar ajang Elite Pro Academy (EPA) Liga 1 di level U-14, U-16, U-18, dan U-20, federasi juga menyelenggarakan Piala Soeratin yang melibatkan berbagai kelompok usia.
“Kalau dari aspek kompetisi, saya rasa yang sudah dilakukan federasi di bawah kepemimpinan Ketua Umum PSSI, Erick Thohir, sudah bagus. Kompetisi sudah menggelar semua jenjang dan tingkatan. Ini sudah cukup bagus. Artinya dengan kompetisi yang masif ini, kita tinggal memetik hasilnya nanti di masa depan,” ujarnya.
Selain itu, lelaki berusia 45 tahun ini juga mengusulkan agar anak asuh Bima Sakti mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan TC jangka panjang, sehingga perkembangan mereka bisa terus terpantau.
“Pemerintah harus membuat wadah agar para pemain timnas Indonesia U-17 supaya bisa terus berkumpul. Tetapi, tentu saja harus tetap mengedepankan asas promosi-degradasi. Yang performanya menurun, nanti bisa digantikan pemain lain. TC jangka panjang itu yang kami usulkan agar para pemain timnas Indonesia U-17 ini bisa terus terjaga,” katanya.