(CAKRAWALA INDONESIA)
Segelas Kopi Blue Mountain siang ini bercerita kepadaku disaat ada yang mengusik ruh kemerdekaan hakiki. Dan memaksaku melihat kepunggungnya, hingga tampak bayang golongan oportunis yang semena-mena merampas hak bersikap. Berani memegang prinsip kesantunan dan beretika jauh lebih bermartabat dan meninggikan derajat.
Memang… perbedaan dibutuhkan untuk membuat pilihan ini tetap berjalan. Dan tidak pernah kita jumpai rumus ataupun formula alasan untuk saling menghentikan.
Berhentilah menilai orang lain dan membandingkan dengan hal lain. Semua orang memiliki kebaikan yang berbeda-beda, dengan sudut pandang yang berbeda-beda pula. Perbedaan itu mudah dilihat, tapi setidaknya sampai saat ini, sulit diterapkan dalam kebersamaan yang berbeda pilihan.
Bila tak ada pemahaman tentang psikologis manusia yang sedang dihadapi, maka ada kemungkinan, bisa terjadi ketidaknyamanan hubungan satu sama lain. Dan parahnya akan berujung perebutan salah dan benar. Walaupun terkadang salah dan benar tipis perbedaannya, apalagi jika dilihat dari sudut pandang berbeda.
Secara harfiah saya suka perbedaan, tapi tidak suka jika dibeda-bedakan. Bukan urusan kita membuat seisi bumi menjadi seragam. Tugas kita adalah hidup nyaman, bahagia, dengan banyak perbedaan.
Berlombalah untuk memahami proses gejolak emosi, sehingga kemanusiaan kita akan mengerti, bahwa orang lain pun bisa berada pada posisi kita di saat-saat tertentu.
Artinya… perbedaan tidak akan menjadi suatu masalah lagi, melainkan suatu pengingat pada diri kita sendiri, seperti cermin untuk perbaikan diri sendiri. Dan lagi bukan urusan kita membuat seisi bumi menjadi seragam atau sama. Tugas kita adalah hidup nyaman, bahagia, dengan banyak perbedaan dan selalu bersahabat dalam nuansa kemanusiaan.
Apapun itu jika bicara konteks perbedaan, maka yang muncul pertamanya pasti sikap perlawanan. Meskipun ada sebagian kita terkadang memilih diam. Bahkan ada beberapa diantara kita malah menciptakan persembunyian.
Mungkin benar kata bijak bahwa apapun itu jika terkena hujan pasti basah, tapi manusia tidak mau. Manusia malah menciptakan payung, jas hujan, bahkan rumah. Terkadang kita malah jadi berpikir… mungkin saja, manusia memang diciptakan untuk melawan kenyataan… HeHeHe!
Kedangkalan berpikir terkadang membawa konsekuensi dengan tidak bisa menghargai hak hidup untuk beda dengan yang lain. Dan prinsip hidup bahwa tidak semuanya bisa dijadikan sama, semestinya dijadikan panglima dalam bersikap dan berpendapat.
Apa gunanya baju intelektualmu kalau tidak sanggup memperluas jiwamu sehingga mampu berlaku seperti samudera yang ikhlas menampung sampah perbedaan dan kekurangan? Apa gunanya kecerdasan kalau tidak memperbesar kepribadian sehingga memiliki kesanggupan memahami orang lain?
Bukalah duniamu dengan membaca… pemahaman dan keyakinan itu modal awal. Semangat yang terbangun sesudahnya adalah tentang kebersamaan dalam keberagaman.
Penulis: Jaka Tingkir