JAKARTA(Cakrawalaindonesia.id) – Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Suharyanto menjadi pembicara dalam Seminar Nasional “Penguatan Kolaborasi Lintas Aktor Dalam Penanggulangan Bencana” yang diselenggarakan oleh Paguyuban Alumni Sesko TNI (PASTI) bersama BNPB pada Selasa (13/12) di Hotel Borobudur, Jakarta.
Pada kesempatan itu, Kepala BNPB menyampaikan pentingnya kolaborasi dalam penanggulangan bencana. Suharyanto menjelaskan, Indonesia merupakan laboratorium bencana dimana seluruh jenis bencana pernah terjadi di Indonesia.
“Seluruh jenis bencana di dunia pernah terjadi di Indonesia, sampai kita ini disebut sebgai laboratorium bencana,” jelas Suharyanto.
Hingga Senin (12/12) saja, sebanyak 3.350 kali kejadian bencana terjadi di tanah air. Artinya, dalam satu hari ada 4 hingga 5 bencana yang terjadi.
Tuntutan dan tanggung jawab dalam penanggulangan bencana semakin kompleks dan dinamis, ditambah adanya perubahan karakteristik kejadian bencana. Hal tersebut menuntut adanya sinergitas antar kementerian/lembaga, tidak terkecuali TNI.
“Penanggulangan bencana tidak bisa hanya dilakukan oleh BNPB atau salah satu institusi saja, makanya dikatakan bencana adalah urusan bersama. Di setiap tahap penanggulangan bencana, BNPB telah bersinergi dan berkoordinasi dengan lintas kementerian dan lembaga, tidak terkecuali TNI,” kata Suharyanto.
Sesuai dengan Undang-Undang No.24 Tahun 2007, BNPB diamanatkan untuk memegang fungsi koordinasi pada tahap kesiapsiagaan, pencegahan, dan mitigasi bencana.
“Contohnya sekarang, kita berkoordinasi dengan PASTI agar saat terjadi bencana nanti sudah tahu tugas dan perannya sehingga penanganannya lebih mudah” jelasnya.
Dirinya juga mencontohkan, pada saat kejadian banjir di Sintang pada 2021 lalu yang terjadi selama satu bulan, setelah masa tanggap darurat selesai BNPB berkoordinasi dengan Kementerian PUPR untuk membangun tanggul dan waduk di sekitar Sungai Kapuas untuk menahan dan menampung debit air.
“Kemarin sempat terjadi banjir lagi, namun tidak sampai 1 bulan. Artinya sinergitas dan upaya mitigasi tersebut berhasil,” jelasnya.
Suharyanto menjelaskan, TNI dapat terlibat pada tahap prabencana salah satunya dengan memberikan edukasi dan sosialisasi kebencanaan kepada masyarakat.
“Babinsa dan Babinkamtibmas setiap saat dapat melakukan sosialisasi dan edukasi untuk membangun kesadaran masyarakat terkait kebencanaan di wilayahnya,” sebut Kepala BNPB yang juga pernah menjabat sebagai Pangdam V Brawijaya.
Sementara pada tahap tanggap darurat, BNPB memegang fungsi komando. Artinya, seluruh kegiatan penangan darurat bencana ada di bawah kendali dan pantauan BNPB.
“Jadi setiap kegiatan dan tindakan penanganan darurat di lapangan mohon betul dikoordinasikan dengan BNPB, termasuk kebutuhan anggaran,” jelasnya.
Dirinya juga menambahkan, pada tahap tanggap darurat, BNPB dan kementerian terkait sangat bergantung kepada personel TNI. Sebab, TNI memiliki struktur organisasi yang vertikal dari pusat hingga ke daerah, sehingga pengerahan sumber daya dapat dilakukan dengan efektif.
“Walaupun komando tetap berada di BNPB, namun kami tetap membutuhkan TNI untuk mengerahkan sumber daya manusianya karena struktur organisasi TNI yang vertikal tadi. Tentu saja fungsi ini sangat strategis pada saat pelaksanaan tanggap darurat di lapangan,” tambahnya.
Pada saat terjadi bencana dan berdampak di beberapa kabupaten/kota, pengaktifan Pos Komando (posko) tanggap darurat bencana di daerah dapat dipimpin oleh Gubernur sebagai Komandan Satuan Tugas (Dansatgas), dengan wakilnya adalah Pangdam dan Kapolda sebagai Wakil Dansatgas. Namun, apabila berdampak hanya di 1 kabupaten/kota, maka Bupati/Wali kota menjadi Dansatgas dan Wakil Dansatgasnya adalah Dandim dan Kapolres.
“Fungsi TNI ini sangat penting dan krusial, hal ini yang perlu terus dikomunikasikan kepada penerus di TNI sehingga ketika terjadi bencana nanti sudah siap ketika ditunjuk menjadi Wakil Dansatgas posko tanggap darurat,” tambahnya.
Terakhir pada masa rehabiitasi dan rekonstruksi, TNI dapat berperan dalam percepatan upaya rehabilitasi dan rekonstruksi. Seperti halnya di Provinsi NTB pada tahun 2019, BNPB bersama TNI membangun kembali rumah warga yang rusak akibat gempabumi.
Selain bencana alam, TNI juga berperan dalam penanganan bencana pandemi COVID-19 dan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK). TNI berperan dalam monitoring penegakan protokol kesehatan, membantu pelaksanaan tracing dan vaksinasi, melakukan penyaluran bantuan sosial, vaksinator, dan personel posko PPKM.