CIO—Karya seni ruang publik berupa Monumen Antroposen yang akan didirikan di sebuah bukit dekat kawasan penimbunan sampah menyita perhatian publik dan media massa.
Karya seni Monumen Antroposen setinggi tiga tingkat terbuat dari limbah plastik itu pengerjaannya akan dilakukan oleh para seniman, ilmuwan, aktivis lingkungan dan masyarakat peduli lingkungan.
Limbah plastik itu diambil dari lokasi tempat pembuangan sampah terpadu (TPST) yang berada di Kelurahan Sitimulyo, Kapanewon Piyungan, Kabupaten Bantul, DIY.
Limbah plastik yang terkumpul akan diolah kemudian dicetak menjadi bata-bata menyerupai batu bata yang terdapat pada bangunan Candi Prambanan.
Candi Prambanan adalah salah satu kompleks Hindu terbesar di Asia tenggara sejak abad ke-9 yang telah dikenal sebagai warisan dunia.
Batu bata hasil cetakan bermaterial limbah plastik dari pembuangan sampah itu turut mengurangi volume sampah khususnya di Yogyakarta.
“Batu bata akan dibuat relief seperti halnya Candi Prambanan di Sleman,” kata Kurator Seni dan Budaya Proyek Monumen Antroposen, Ignatia Nilu.
Nantinya, kata Nilu, monumen itu pinsipnya menyerupai sebuah candi terbuat dari batu, namun, ini dibangun dari cetakan bata limbah plastik.
Monumen Antroposen akan diberi relief sejarah antroposen sebagai wujud kontemplasi artistik yang dibagi menjadi tiga bagian, yakni tingkat bawah, tengah dan atas.
Pada bagian monumen paling bawah adalah relief holosen. Kemudian bagian tengah adalah relief antroposen, dan bagian atas sebagai utopia positif akan dibuat relief melingkar perihal ekonomi.
Monumen yang berada di tengah perbukitan dan gunung sampah itu menjadi karya seni pertama di Indonesia yang digarap secara kolektif menggunakan sampah plastik.
“Monumen ini menjadi ruang publik berbasis komunitas sekaligus menjadi lokasi studi seni,” kata Nilu.
Salah satu seniman berkebangsaan Jerman yang terlibat dalam proyek Monumen Antroposen mengatakan bahwa proyek ini sangat penting untuk dicatat karena melibatkan dua Negara Indonesia dan Jerman.
“Mengingat proyek ini terselenggara atas kerja sama dari beberapa lembaga yang mewakili dua negara,” kata Franziska Fennert.
Gagasan dan konsep Monumen Antroposen itu hasil dari perenungan nilai kebudayaan lokal yang dapat berpengaruh terhadap keharmonisan antarmanusia, alam dan Ilahi.