Close Ads Here
Close Ads Here
Close Ads Here
Close Ads Here

Hujan Mengguyur, Jasa Pawang “Ambyur”

sdr

(CIO) — Tembang kenangan campur sari membahana di sudut kampung. Senyum semringah terpancar dari raut wajah yang telah di makeover oleh tata rias. Wajah pengantin terlihat tidak seperti hari-hari biasa. Penuh riasan kosmetik, busana daerah berpendar kelap-kelip manik, nyaris paripurna.

Kemarin, asap mengepul hebat dari belakang rumah. Puluhan kerabat, sanak keluarga dan tetangga berkumpul. Memasak nasi, gulai rendang dan aneka ragam menu lainnya. Kumpulan ini didominasi oleh emak-emak. Para lelakinya terlihat sibuk mengangkat perkakas yang berat-berat. Anak-anak kecil bersuka-cita bermain dengan teman sebaya.

Tradisi pesta pernikahan telah menjadi ajang kumpul keluarga dan warga untuk saling bertukar informasi antar sesama. Tentang apa saja, bahkan tentang bunga atau kucing tetangga juga jadi bahasan yang sangat seru. Topik pembicaraan mengalir begitu saja tanpa adanya moderator. Alamiah.

Hari ini merupakan hari H penyelenggaraan resepsi pernikahan ponakan istriku. Kamera dari Photografer sewaan tak henti-hentinya berkilat-kilat. Memphoto para tetamu undangan yang datang silih berganti.

Di langit terlihat awan menggumpal menghitam. Sebagai isyarat atau pertanda akan turun hujan. Semua terlihat bergegas membereskan peralatan agar tak terkena guyuran air hujan.

“Gak bakalan turun hujan, tadi sudah digeser ke arah selatan radius sekilo…ahahha,” celetuk seseorang sambil tertawa renyah.

“Kalau sudah ada pawang di sini aman perkara….. ahahha,” tambahnya lagi masih dengan tertawa.

Tak lama berselang hujan turun membasahi tanah yang berdebu meskipun tidak begitu lebat. Namun cukup membuat basah beberapa kursi plastik yang ditinggalkan oleh penguasanya ketika hujan turun.

“Ahahahaha, kurang manjur karena tadi terlupa dua bait mantera warisan leluhur dari Atuk sebelah emak,” terangnya.

Lantunan tembang dari artis keyboard tak terdengar lagi, sebab speaker sudah berselimut terpal biru tua. Semua kru meringkuk ditemani cangkir kopi nira sambil ngerumpi. Entah apa yang mereka bicarakan.

Wajah-wajah tertutup masker beraneka warna terlihat memenuhi meja-meja yang di atasnya berjejer air mineral yang menggigil. Tak banyak yang bersuara semuanya sibuk memainkan pikiran yang ada di kepala. Sesekali terdengar petir menggelegar di angkasa raya.

Rinai hujan tidak begitu deras namun konsisten membasahi sekujur bumi. Sudah hampir satu jam tetesan air membelai pucuk-pucuk sawit yang berjejer di sebelah panggung tempat artis keyboard mendendangkan lagu-lagu yang dihapalnya.

Hujan di pesta pernikahan, membuat cerita tentang pawang hujan berseliweran dipikiranku. Banyak cerita yang ada, tentang media atau peralatan yang digunakan oleh pawang guna mengantisipasi hadirnya hujan di tengah acara pesta.

Ada yang menggunakan media bawang, cabe, garam yang dibakar bahkan ada yang paling ekstrimnya menggunakan media sempak –celana dalam– dari tuan rumah yang empunya hajatan. Sempak itu dilemparkan ke atap rumah, tentu saja setelah dibacain mantera-mantera.

Karena penasaran, ku pencet layar androidku mencari tahu apa hukumnya menggunakan pawang hujan menurut syar’i.

Dikutip dari muslimahdaily.com, menurut Buya Yahya dalam salah satu Video yang diunggah di akun YouTube Al-Bahjah TV, berusaha menahan hujan dengan bantuan pawang merupakan perbuatan haram.

Tak jauh berbeda Ustadz Abdul Somad dalam salah satu video yang di unggah channel YouTube Yafaqquh, bahwa perilaku pawang hujan tidak dibenarkan dalam Islam. Pasalnya si Pawang Hujan biasanya akan meminta bantuan jin untuk “menggeser” atau “menahan” hujan hingga acara selesai.

Dalil lain menyebutkan bahwa hujan adalah rahmat yang Allah turunkan bagi seluruh makhluk yang ada di bumi.

Oleh sebab itu, hendaklah kita dapat memandang hujan sebagai rahmat Allah dan bukanlah sebagai ancaman atau bencana.

Wallahu ‘alam.

(***)