BALI(Cakrawalaindonesia.online) – PT PLN (Persero) turut mendukung pengembangan inovasi transisi energi bersih di Tanah Air. Dukungan ini diwujudkan melalui pendampingan kepada Tim Inovator Mahasiswa Politeknik Saint Paul Sorong atas inovasi _Green Fishery PV Charging Station with Freezer Smart Electric Fishing Boat_.
Kelompok Mahasiswa binaan PLN mampu meraih penghargaan Juara 1 Kategori Prototype dalam ajang _Energy Transition Innovation Challenge (ETIC)_ 2022. Penghargaan diberikan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dalam gelaran _Energi Transition Working Group_ (ETWG) 3 di Bali.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN berkomitmen mendukung pencapaian target _net zero emission_ (NZE) tahun 2060. Untuk mencapai target itu, kata dia, PLN tidak bisa bekerja sendiri.
“Perlu kolaborasi semua pihak untuk mencapai target _net zero emission_, termasuk dengan sekolah dan perguruan tinggi,” kata Darmawan.
Darmawan mengapresiasi inovasi yang dilakukan Tim Inovator Politeknik Saint Paul Sorong. Selain mewujudkan energi bersih, inovasi ini penting sebagai terobosan dalam pengembangan teknologi.
“Para inovator merupakan generasi muda penerus bangsa. PLN merasa bangga turut berkontribusi dalam pengembangan inovasi ini,” terangnya.
Green (SITE) Fishery merupakan solusi energi bersih dan cerdas dari hulu ke hilir yang ditawarkan Tim Inovator dan PLN untuk nelayan tradisional di daerah terdepan, terluar dan tertinggal (3T). Kehadiran inovasi ini diharapkan dapat meningkatkan hasil tangkapan, nilai jual serta mengurangi biaya operasional nelayan.
“Inovasi yang kami tawarkan yakni penyediaan _Photovoltaic_ Stasiun Pengisian Perahu Listrik (PV SPPL) dengan daya 3.000 watt dan penampung ikan ( _freezer_) kapasitas 100 liter, _Smart Electric Boat_, aplikasi _Fish Finder_ serta _Electric Outboard Motor_ untuk nantinya dapat digunakan oleh para nelayan,” ujar Rilon Petrik Uneputty, salah satu anggota Tim Inovator.
Inovasi ini hadir berawal dari keresahan Tim Inovator yang melihat adanya kerusakan ekosistem laut di Raja Ampat yang berimbas pada penurunan hasil tangkapan dari para nelayan. Selain itu, kenaikan harga dan kelangkaan BBM di daerah 3T membuat nelayan sulit untuk melaut.
PV SPPL yang bersumber dari energi surya dipilih karena merupakan salah satu energi lokal yang mudah didapatkan di daerah pesisir pantai.
Sementara, untuk memudahkan nelayan, tim merakit perahu listrik yang dilengkapi dengan perangkat cerdas, aplikasi _fish finder_ dan GPS yang dihubungkan ke sistem kontrol penggerak motor listrik. Dengan perangkat ini, perahu secara otomatis dapat diarahkan ke posisi ikan berada sehingga kegiatan mencari ikan bisa lebih efektif.
Selain itu, Rilon menjelaskan, tim juga akan menyiapkan wadah serta alur penjualan bagi para nelayan. Nelayan yang tergabung pada Kelompok Nelayan Efishery nantinya dapat mengambil es balok serta menggunakan perangkat (baterai yang telah diisi melalui PV SPPL, mesin tempel listrik) dari pengelola dengan skema sewa pakai.
Pembayaran sewa perangkat dilakukan setelah nelayan kembali dari melaut dengan menggunakan hasil tangkapannya. Setelah itu, hasil tangkapan yang telah dibeli dari nelayan kemudian akan dipasarkan oleh pengelola kepada pembeli akhir.
“Ini merupakan salah satu upaya kami untuk mengurangi ketergantungan para nelayan pada energi fosil yang langka dan mahal. Selain itu, penggunaan baterai yang diisi melalui PV SPPL diharapkan dapat mengurangi biaya operasional dan meminimalisir potensi pencemaran ekosistem laut,” jelas Rilon.