Close Ads Here
Close Ads Here
Close Ads Here
Close Ads Here

Antrian Pembeli Minyak Curah Meluber

(CIO) — Minyak curah akhir-akhir ini seperti barang mewah. Semua orang sibuk mencarinya. Harga berapa pun orang mau saja membelinya.

Terdengar kabar satu hari yang lalu –kemarin. Bahwa minyak curah besok pagi datang.

Saya tanyakan ke agen minyak curah kebenaran kabar itu. Oleh sang supervisor dijawab, “Iya mas, besok Rabu.”

Sekitar jam sepuluhan, saya kirim pesan WA ke salah satu karyawan di agen. “Gimana minyak sudah datang belum?” tulisku di WA.

“Sudah mas, jam dua dini hari. Datangnya langsung dibongkar. Hanya saja dalam waktu tak lebih dari dua jam sudah ludes. Habis.” jawab dia.

“Ya ampun..”

“Aduh gimana ini, masih ada enggak ya di tempat lain,” gumam saya dalam hati.

Bismillah ajalah, saya siapkan jerigen kosong dua biji, dengan ukuran 40 kg. Saya jalan keluar kulakan barang dagangan.

“Dapat ya syukur, enggak ya enggak apa. Terserah ajalah. Yang terpenting rakyat sudah banyak yang dapat.” ucap saya dalam hati sambil menyalakan motor.

Saya arahkan motor ke agen minyak di tempat lainnya. Sesampainya di tempat, saya melihat puluhan jerigen bertumpuk tinggi berderet.

Baru juga datang, dan mau mematikan mesin motor, sudah disambut pegawai di situ dari kejauhan.

“Mas, minyak kosong!!”

Dengan senang hati balik lagi. Berarti rakyat sudah banyak yang dapat jatah. Yang bertumpuk itukan untuk para pedagang eceran.

Sambil jalan, terus berpikir. Ah coba hubungi Tini, pegawai di agen minyak tempat biasa saya belanja.

“Tin, di cabang ada minyak curah enggak?” tanya saya lewat sambungan telepon.

“Ya..ya.. Mas. Nanti ta kabari lagi. Nanti ya..” sahutnya dibalik telepon.

Singkat sekali jawabannya. Kayaknya masih ada kesempatan ini. Alhamdulillah kalau memang masih ada jatah buat saya. Motor saya nyalakan lagi dan segera menuju ke tempat agen minyak.

Pas mau parkir, saya mendengar mas Muin suami dari Tini, menanyakan ke pegawai lainnya di gudang minyak.

“Ada jerigennya mas Sholeh enggak?”

Dia hendak memastikan kalau saya sudah menitipkan jerigen atau belum. Kalau ada, bisa langsung diisi.

Dari kejauhan saya langsung menyapa mas Muin suami dari Tini itu.

“Mas, ini jerigennya. Oke makasih ya..”

Kemudian Muin langsung ke kasir ngasih tau Tini.

Selanjutnya saya menuju kasir. Melakukan transaksi minyak berikut tambahannya.

“Alhamdulillah mas Sholeh, tadi tuh ada pelanggan yang mengurungkan transaksi pembelian minyak. Pas banget mas Sholeh telepon. Makanya saya bilang, nanti dikabari lagi. Supaya bisa memastikan dulu.” kata Tini menceritakan kejadian sebelumnya.

“Mas Ali, ini mas Sholeh dapat kan?” tanya Tini.

“Iya boleh, mas Sholeh sudah dua hari pesannya.” jawab mas Ali.

“Alhamdulillah, makasih ya.” sahut saya.

“Berapa Tin harga dari sininya?” tanyaku meminta kepastian harga.

“Rp15.500,-/Kg.” jawabnya sambil mengetik daftar belanjaan saya.

Berarti untuk ecerannya bisa Rp17.000/kg.

Sampai mau pulang, antrian jerigen di luar gudang agen masih menumpuk. Jangan tanya yang di dalam gudangnya ya. Buaaanyyyaakkkk bangeeeettttt jerigen bertumpuk-tumpuk. Sayang enggak boleh masuk.

Banyak pembeli yang menitipkan jerigennya. Karena takut nggak kebagian jatah minyak curah.

Tahun Macan Air digadang-gadang tahunnya perubahan. Macan melambangkan kekuatan, perlindungan, kepekaan, dan keberanian. Moga-moga saja perubahan yang lebih baik.

Enggak ngantri-ngantri kayak gini lagi!!

(***)

Penulis: Ahmad Sholeh, Pedagang Sembako.