CIO—Memasuki kehidupan tatanan baru tradisi macapatan di Yogyakarta kembali digelar melalui pertunjukan dengan tema ‘Mekaring Seni Macapat Ginelar Ing Jagat Anyar’ di Taman Pintar Yogyakarta, sepekan lalu.
Tradisi yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Kota Yogyakarta itu adalah upaya pelestarian seni sastra macapat bergaya Jogja.
Pejabat kepala kebudayaan Yogyakarta mengatakan sejumlah tembang macapat unggulan ditampilkan dalam pertunjukan adalah karya-karya sastra yang adiluhung.
“Selaras dengan harapan kita semua di era tatanan baru ini agar seni tradisi macapat terus hidup dan berkembang di tengah masyarakat,” kata Plh Kepala Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Kota Yogya, Dra Ratih Ekaningtyas.
Bisa dipastikan semua tembang dalam macapat itu sarat dengan doa dan harapan.
Pertunjukan seni macapat di Hall Phytagoras Taman Pintar itu melibatkan seniman, sastrawan, musisi dan pegiat kebudayaan.
Sebagai narasumber, Dinas Kebudayaan Yogya menghadirkan KMT Projo Suwasana dan Mas Wedana Dwijo Sumarto Nugroho, S.Pd, dengan panatacara (moderator) oleh Muhammad Faisal.
Pertunjukan seni macapat juga menghadirkan para pemain gamelan dari Kelompok Seniman Purwo Langen Raras dari Kemanten Karaton Yogya.
Pejabat kepala bidang Bahasa dan Sastra Kundha Kabudayan Yogya mengatakan tradisi seni macapat itu bagian dari agenda sastra di Yogyakarta.
“Agenda ini konsisten dijalankan dengan kemasan menarik sehingga masyarakat dapat menyaksikan dan menikmatinya,” kata Kasie Bahasa dan Sastra Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Kota Yogyakarta, Ismawati Retno, SIP, MA.
Dipilihnya Taman Pintar sebagai tempat macapatan agar pengunjung yang didominasi oleh kaum muda dapat menyaksikan langsung pertunjukan seni macapat.
Sejauh ini, kata Retno, kaum muda sekarang tidak mengenal seni macapat padahal sudah ada sejak Yogyakarta berdiri.
Dengan adanya pertunjukan seni macapat di Taman Pintar kaum muda akan kenal lebih dekat terhadap seni macapat yang kini justru asing.
“Karena cinta dimulai dari sebuah pendekatan,” ungkapnya.
Macapat sebagai seni tradisi yang adiluhung memiliki bait-bait bernilai relijius tinggi sehingga sering digunakan sebagai media penebar kebaikan oleh orang-orang di masa silam.
Sejumlah penonton mengaku kagum dengan pertunjukan seni macapat yang ditampilkan lebih dari dua jam.