CIO—Tari Beksan Lawung ciptaan Raja Mataram Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono I, membuat terpukau Presiden Republik Federasi Jerman, Frank Walter Steinmeier, di Karaton Yogya.
Peristiwa itu terjadi pada Jum’at sore 17 Juni 2022 saat Presiden Frank dan rombongan berkunjung ke Yogyakarta.
Puteri sulung Sri Sultan Hamengku Buwono X mengatakan bahwa Presiden Frank sangat kagum dengan kebudayaan Yogyakarta setelah melihat langsung secara dekat.
Selama di Yogya, Presiden Frank Walter, diajak menikmati sajian khas kuliner Karaton seperti teh, kopi, jajanan pasar dan makanan ringan lainnya.
Presiden dan rombongan dari Jerman menikmati kuliner Karaton di Bangsal Manis dengan suasana penyambutan kepresidenan yang berbeda dari penyambutan kepresidenan pada umumnya di banyak negara.
Setelah menikmati sajian kuliner Presiden Jerman kemudian diajak melihat koleksi benda-benda milik Karaton termasuk manuskrip yang tidak semua orang bisa melihatnya.
Sejumlah benda-benda warisan budaya seperti koleksi batik, barang pecah belah berumur ratusan tahun peninggalan raja-raja Mataram, dan wayang kulit, membuat Presiden Frank terkagum-kagum.
“Presiden Frank tidak menyangka Jogja memiliki tarian berkarakteristik rancak seperti halnya tari di Bali,” kata Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Mangkubumi.
Presiden Frank begitu sangat mengapresiasi tarian Beksan Lawung ciptaan Raja Mataram Yogya pertama.
Saat berkeliling Karaton dan menikmati tari didampingi putri sulung Sri Sultan Hamengku Buwono X dirinya bahkan sempat bertanya apakah Yogya memiliki tari perang.
Namun, dirinya dijelaskan bahwa tari pusaka Beksan Lawung ciptaan Sri Sultan Hamengku Buwono I merupakan tari ketangkasan prajurit saat berlatih tombak dan berkuda.
Gerakan-gerakan dalam tari Beksan Lawung menggambarkan heroisme, patriotisme, sekaligus maskulin.
Presiden Frank yang mengaku penasaran dengan Yogyakarta karena memiliki budaya hingga masyarakatnya berharap dapat melakukan kerja sama menjaga warisan budaya.
Beserta rombongan dari Jerman, Presiden Frank, berkesempatan mengunjungi Jogja National Museum (JNM) di kawasan Wirobrajan, bekas gedung Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) dan Institut Seni Indonesia (ISI).
Sebelum bertolak ke Jerman, Presiden Frank juga berkunjung ke Univesitas Gadjah Mada dan Candi Borobudur.
“Sama seperti halnya Jogja yang menjaga warisan budaya karena di Jerman banyak yang peduli terhadap warisan budaya dan bangunan kuno,” pungkas istri Kanjeng Pangeran Haryo Wironegoro.