(CIO) — Tidak semua yang kita mau itu harus langsung dapat terwujud dalam sekejap mata, seperti ucapan sakti “simsalabim” oleh para pesulap. Tentu ada saja niat dan keinginan dari sesiapa saja yang perlu space waktu buat merealisasikannya.
Kami –saya dan Ketua FTBM Riau Sutriyono– pernah berniat buat ngopi bareng, dan setelah kurun waktu hampir 8 bulan baru bisa mengeksekusinya. Tentu saja banyak hal yang membuat agenda ngopi itu tertunda cukup lama. Salah satunya selain faktor kesibukan tentu saja akibat ulah wabah pandemi yang pernah merajalela.
Awalnya kami ngopi berdua saja di Warkop Ndut Coffee Pangkalan Kerinci, Rabu (26/01/2022) sore. Kemudian datang Ketua Forum Taman Bacaan Masyarakat –FTBM– Pelalawan Faisal dan Ketua TAGANA Pelalawan H. Ardianto SE. Pembicaraan dan diskusi tentu saja menjadi kian menarik dan sangat bernas inspirasi. Banyak hal dan rekam peristiwa yang coba kami gelontorkan di meja mesin jahit yang sudah direnovasi menjadi meja kopi.
Singkat cerita, setelah berdiskusi panjang kali lebar di kali tinggi tentu kami akhirnya berpisah dengan membawa pemikiran di kepala masing-masing. Ambil yang baik dan lupakan yang tidak baik. Simpel.
Saya mendapat cinderamata sebuah buku setebal 342 halaman dari Ketua FTBM Riau Sutriyono yang berjudul “SEX AFTER DUGEM CATATAN SEORANG COPYWRITER” karya dari penulis Budiman Hakim yang diterbitkan oleh Galangpress, Yogyakarta, Cet. I, 2009.
Penasaran? Iya, jujur saya sangat penasaran sekali akan isinya. Judulnya saja sudah sangat menggelitik. Covernya juga bikin “geli” mata. Ada 34 anekdot atau cerita ringan yang dicatat dan diamati Budiman Hakim sepanjang hidupnya dalam buku ini. Yang pertama (1). Plesetan. Yang kedua (2) Tuhan Itu Selalu On Line. Dst….
Yang ketiga puluh empat (34) Nostalgia Pecinta Alam.
Membaca paragraf pertama pada anekdot kedua (2) saja sudah membuat saya sangat terperangah. Bengong.
Saya kutip sedikit tulisannya Budiman Hakim; “Menulis buku itu seperti menyobek selaput perawan. Pertamanya susah dan ga bisa dinikmati, tapi kalo fase itu udah terlewati, selanjutnya jadi enak banget dan gampang. Bahkan bisa-bisa kita jadi ketagihan dan menjadi maniak menulis. Pikiran kita bisa didominasi oleh satu hal saja: mau menulis dan menulis lagi. Dan itulah yang terjadi pada saya.”
Maaf bagi para pembaca yang merasa risih ketika membaca kutipan di atas, saya tidak bermaksud vulgar menceritakan apa yang telah saya baca. Biar tidak gagal paham dan sesat pikir, silakan cari bukunya dan baca!!!.
“Penulis buku ini memang sontoloyo asli, menulis buku ‘pegangan’ untuk copywriter ‘penulis kopi’ saja pakai bahasa yang sesuai dengan perangainya” –Sapardi Djoko Damono, Penyair– begitulah kesan beliau setelah membaca buku itu.
Salam Literasi!!!!!
(***)
Penulis: M. Syari Faidar, Journalism.