MEDAN(Cakrawalaindonesia.id) – Petani Desa Perkebunan Ramunia, Kabupaten Deli Serdang, mendatangi Kantor Gubernur Sumatera Utara (Gubsu). Mereka datang untuk mengadu soal akses ke sawah yang ditutup sehingga tidak bisa panen.
“Kami minta supaya padi kami yang di dalam bisa diambil (dipanen), karena kan itu ditembok sama oknum TNI” ungkap Siti Hariyanti, salah seorang petani saat diwawancarai pada Kamis (21/09/2023).
Padi yang mereka tanam, kata dia, sudah masuk waktu panen. Sehingga jika tidak dipanen dalam beberapa hari maka padi akan layu dan tidak bisa dipanen lagi.
“Padi sudah begini, tiga hari lagi nggak bisa kami memanen,” ungkapnya.
Siti mengaku bahwa kesulitan akses jalan itu karena adanya tembok setinggi dua meter yang menghalangi para petani untuk panen. Selain itu tembok yang sudah ada selama sembilan tahun itu juga menghalangi akses untuk sekolah.
“Dua meter temboknya, anak sekolah aja manjat tembok,” tuturnya.
Salah seorang petani lain, Suryani Manurung juga menyebut ada sekitar 20 hektare lebih lahan warga yang telah ditanami padi, namun tidak diperbolehkan panen. Akibatnya, ada 112 kepala keluarga yang terancam mengalami kerugian.
“Yang kami tanam sekitar 20 hektar lebih, Ada 112 KK (kepala keluarga) yang mau minta panen, kami tanam ini juga modal sendiri, ada yang ngutang juga, karena kami udah lama nggak pernah tanam padi, udah sembilan tahun, kami ada dikasih akses jalan, kami izin sama mereka (Puskopad) nanam di situ,” jelasnya.
Suryani juga menjelaskan bahwa awalnya para petani diperbolehkan untuk menanam padi di lahan tersebut. Namun setelah memasuki masa panen, mereka tidak diperbolehkan panen.
“Kami ini mau panen, karena kami tau beras mahal sekarang, jadi kami mau panen dilarang dengan Puskopad sementara kami waktu nanam tidak dipermasalahkan Puskopad, karena kami menuntut yang 16 persen yang diakui oleh Puskopad yang belum ganti rugi, 16 persen itu ada, ini ada buktinya, 16 persen tahun 2016 diakui juga, memang ada 16 persen, yang belum ganti rugi, dan tahun 2023 mereka juga mengakui 16 persen, jadi kamilah ini penduduk yang 16 persen itu yang menanam padi,” ungkapnya.
Suryani menyebut bahwa pelarangan panen itu disebabkan lahan tersebut yang di akui sebagai milik Puskopad. Namun Suryani menyebut bahwa Desa Perkebunan, wilayah yang ditanami padi tersebut, itu tidak termasuk dalam wilayah HGU (Hak Guna Usaha) Puskopad.
“Karena mereka mengakui itu lahannya, Puskopad, mereka di situ berposko, alasannya lahan itu hak mereka. Sementara HGU yang mereka miliki pun salah objek, itu ada di Ramunia Satu HGU mereka. Kami di Desa Perkebunan, tapi memang berdampingan wilayah itu, Ramunia Satu ada di sebelah kanan, Desa Perkebunan ada di sebelah kiri, persisnya Ramunia satu alamat mereka, kalau kami di Desa Perkebunan Ramunia,” jelasnya.
Suryani menyebut kedatangannya beserta para petani lain untuk meminta agar akses jalan dibuka, supaya padi-padi tersebut bisa dipanen.
“Kami mau jumpai gubernur, minta supaya diberikan solusinya, penyelesaiannya gimana, terus kalau kami bisa, duduk berdampingan, gubernur, puskopad, petani, solusinya apa. Berikan aja yang 16 persen, kalau yang lain kan nggak kami tuntut. Permintaan kami hanya akses jalan dibuka supaya kami bisa panen, itu saja. 20 hektare itu sudah berapa ton (beras),” tuturnya.
Perwakilan petani dibawa oleh Satpol PP untuk menjumpai pihak Pemprov Sumut. Hingga saat ini pertemuan tersebut masih berlangsung.