BANDUNG(Cakrawalaindonesia.online) – Proses transisi energi dari berbasis fosil ke energi yang lebih bersih membutuh ketersediaan kecukupan energi minyak dan gas sebagai salah satu sumber energi utama yang digunakan saat ini. Melonjaknya harga minyak dan gas dunia menyebabkan beban keuangan negara dengan tingginya beban subsidi energi.
Indonesia memiliki 128 cekungan migas, yang sudah berproduksi sebanyak 20 cekungan dan sisanya menjadi tantangan bagaimana dapat diproduksi sehingga dapat menjadi penopang ketahan energi nasional
Potensi migas nasional lebih didominasi oleh gas, sehingga menjadi tantangan bersama bagaimana agar gas dapat dimanfaatkan dengan baik, menggantikan peran minyak, sehingga produksi gas di Indonesia yang surplus dapat menkompensasi kekurangan minyak yang saat ini sebahagian masih impor.
“Industri migas saat ini bersaing dengan energi terbarukan, beberapa negara di Eropa sudah menghentikan pembiayaan energi fosil. Seiring dengan komitmen Indonesia menuju nett zero emission sampai 2060, maka gas menjadi salah satu alternatif dalam mengisi energi transisi, sampai sumber energi bersih siap memenuhi kebutuhan energi nasional,” kata Sekretaris SKK Migas Taslim Z. Yunus dalam pembukaan kegiatan Focus Group Discussion (FGD) media gathering SKK Migas dan KKKS di Bandung, Senin (03/10/2022).
Taslim menyampaikan bahwa posisi Indonesia saat ini masih dirasa kurang menarik bagi investor dibandingkan negara lain. Melalui Asosiasi Daerah Penghasil Migas dan Energi Terbarukan (ADPMET), SKK Migas mengharapkan dukungan dari Pemerintah Daerah untuk bersama-sama meningkatkan daya tarik investasi di Indonesia, untuk mendukung target pencapaian peningkatan produksi migas nasional di tahun 2030 yaitu produksi minyak 1 juta barel dan gas 12 BSCFD.
Terkait upaya peningkatan produksi migas nasional, Taslim menyampaikan bawah SKK Migas terus berupaya memaksimalkan aset yang sudah ada menjadi produksi, mempercepat EOR, mengakselerasi temuan yang ada menjadi produksi dan melakukan eksplorasi yang masif. Untuk mewujudkannya maka membutuhkan dukungan dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dan Pemerintah Daerah penghasil migas.
Sebagai keynote speech di acara tersebut, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil yang akrab disapa dengan sebutan Emil yang juga adalah sebagai Ketua Umum Asosiasi Daerah Penghasil Migas dan Energi Terbarukan, menyampaikan bahwa APDMET memiliki aspirasi agar pengelolaan migas diamalkan sesuai dengan sila ke lima Pancasila, yaitu agar ada kesejahteraan bagi daerah.
Emil menambahkan bahwa saat ini sedang melakukan koordinasi dengan Pertamina agar sumur-sumur yang sudah ditinggalkan di Jawa Barat dapat dikelola oleh daerah dengan formula ekonomi.
Lebih lanjut Emil menyampaikan bahwa APDMET terus memperjuangkan participating interest 10% sebagai bagian dari upaya memberikan mensejahterakan daerah.
Terkait dengan energi, Emil menyampaikan bahwa ada 3 prinsip yang terus diperjuangkan yaitu murah, bersih dan berkelanjutan.
Emil menambahkan bahwa bagaimana melatih ketergantungan dari minyak ke gas yang jumlahnya banyak tetapi belum termanfaatkan dengan optimal, kemudian dilanjutkan penggunaan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) yang patut disyukuri bersama bahwa Indonesia memiliki sumber EBT terbesar di dunia.
“SKK Migas punya tanggung jawab, bagaimana agar potensi gas yang besar tersebut dapat ditindaklanjuti dengan transisi konversi gas bisa dimaksimalkan sebelum berada sebagai negara yang sepenuhnya menerapkan penggunaan EBT. Sehingga upaya mendorong penggunaan EBT juga harus sejalan dengan penggunaan energi gas yang lebih besar untuk mengurangi penggunaan minyak,” kata Emil.
Menutup paparannya, Emil menyampaikan menunggu rekomendasi dari FGD yang diselenggarakan ini, agar apa yang dibahas dan dihasilkan dapat disosialisasikan dengan pemerintah daerah penghasil migas, sebagai upaya bersama meningkatkan iklim investasi hulu migas di Indonesia untuk mendukung proses transisi energi ke EBT dimasa mendatang.(***)